Jumat, 28 Desember 2007

Ma'rifatullah

MA’RIFATULLAH


Pendahuluan

Mungkin ada di kalangan kita yang bertanya kenapa pada saat ini kita masih perlu berbicara tentang Allah padahal kita sudah sering mendengar dan menyebut namaNya dan kita tahu bahawa Allah itu Tuhan kita. Tidakkah itu sudah cukup untuk kita ?

Saudaraku, jangan sekali kita merasa sudah cukup dengan pemahaman dan pengenalan kita terhadap Allah karena semakin kita memahami dan mengenaliNya kita merasa semakin hampir denganNya. Kita juga mau agar terhindar dari pemahaman-pemahaman yang keliru terhadap Allah dan terhindar juga dari sikap-sikap yang salah dari kita terhadap Allah.

Ketika kita membicarakan tentang makrifatullah, bermakna kita berbicara tentang Rabb, Malik dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Manakala Ilah pula mengandung arti yang dicintai, yang ditakuti dan juga sebagai sumber pengharapan. Kita boleh lihat hal ini di dalam surat An-Naas : 1-3.

Dengan demikian maka jelaslah bahawa usaha kita untuk lebih jauh memahami dan mengenal Allah adalah merupakan bahagian terpenting di dalam hidup ini. Bagaimanakah jalan atau metod yang harus kita lalui untuk mengenal Allah SWT dan apakah halangan-halangan yang senantiasa menghantui manusia dari pada mengenal dan berdampingan denganNya ? Mungkin boleh kita merujuk kepada satu riwayat yang bermaksud : “Kenalilah dirimu nescaya engkau akan mengenali Tuhanmu”. Dari pengenalan diri sendiri, maka ia akan membawa kepada pengenalan (makrifah) yang menciptakan diri iaitu Allah. Ini adalah karena pada hakikatnya makrifah kepada Allah adalah sebenar-benar makrifah kepada Allah adalah sebenar-benar makrifah dan merupakan asas segala kehidupan rohani.

Setelah makrifah kepada Allah, akan membawa kita kepada makrifah kepada Nabi dan Rasul, makrifah kepada alam nyata dan alam ghaib dan makrifah kepada alam akhirat.

Keyakinan terhadap Allah SWT menjadi mantap apabila kita mempunyai dalil-dalil dan bukti yang jelas tentang kewujudan Allah lantas melahirkan pengesaan dalam mentauhidkan Allah secara mutlak. Pengabdian diri kita hanya semata-mata kepada Allah sahaja. Ini memberi arti kita menolak dan berusaha menghindarkan diri dari bahaya-bahaya disebabkan oleh syirik kepadaNya.

Kita harus berusaha menempatkan kehidupan kita dibawah bayangan tauhid dengan cara kita memahami ruang perbahasan dalam tauhid dengan benar tanpa penyelewengan sesuai dengan manhaj salafussoleh. Kita juga harus memahami empat bentuk tauhidullah yang menjadi misi ajaran Islam di dalam Al-Qur’an maupun sunnah iaitu tauhid asma wa sifat, tauhid rububiah, tauhid mulkiyah dan tauhid uluhiyah. Dengan pemahaman ini kita akan termotivasi untuk melaksanakan sikap-sikap yang menjadi tuntutan utama dari setiap empat tauhid tersebut.

Kehidupan paling tenang adalah kehidupan yang bersandar terus kecintaannya kepada Yang Maha Pengasih. Oleh karena itu kita harus mampu membedakan di antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada selainNya serta menjadikan cinta kepada Allah mengatasi segala-galanya. Apa yang menjadi tuntutan kepada kita ialah kita menyadari pentingnya melandasi seluruh aktiviti hidup dengan kecintaan kepada Allah, Rasul dan perjuangan secara minhaji.

Di dalam memahami dan mengenal Allah ini, kita seharusnya memahami bahawasanya Allah adalah merupakan sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu yang Allah berikan itu adalah menerusi dua jalan yang membentuk dua fungsi iaitu sebagai pedoman hidup dan juga sebagai sarana hidup. Kitab juga sepatutnya menyadari kepentingan kedua bentuk ilmu Allah dalam pengabdian kepada Allah untuk mencapai tahap taqwa yang lebih cemerlang.

Tidak ada komentar: