Minggu, 17 Februari 2008

Kajian Tafsir Juz 30 ( Surat An-Naba’ (78) )

Muqoddimah

Surat An-Naba’ terdiri dari 40 ayat, termasuk kedalam golongan surat-surat Makkiyah. Diturunkan sesudah surat Al-Ma’arij (70). Disebut juga surat “’Amma yatasaa-aluun” [1].
Garis besar isinya adalah sebagai-berikut[2]:
• Disebut surat An-Naba’ yang berarti berita besar karena di dalamnya mengandung berita tentang kiamat, kebangkitan (ba’ats), dan orbit surat ini adalah sekitar “akidah kebangkitan” yang selalu diingkari orang-orang musyrik (Makkah).
• Surat yang mulia ini dimulai dengan berita bertemakan kiamat, kebangkitan dan pembalsan. Tema ini menyibukkan pikiran mayoritas orang-orang kafir Mekkah, hingga terlihat siapa yang membenarkan dan yang mendustakan (ayat 1 – 5)
• Kemudian ditegakkan dalil-dalil dan bukti-bukti kekuasaan Rabbul ‘alamin, yang mampu menciptakan berbagai keajaiban. Ini tidak melemahkan Allah untuk mengembalikan penciaptaan manusia dari ketiadaannya (ayat 6 – 16)
• Kemudian diakhiri setelah itu dengan mengingatkan akan kebangkitan, ketentuan waktunya dan janji-janjiNya. Itulah yaumul fashl (hari keputusan) antar-hamba, saat Allah mengumpulkan manusia dari yang pertama sampai yang terakhir untuk dihisab (ayat 17 – 20)
• Kemudian menceritakan tentang neraka Jahannam yang Allah ancamkan kepada orang-orang kafir, beserta apa yang ada di dalamnya dari berbagai jenis siksa yang menghinakan (ayat 21 – 30)
• Setelah menceritakan tentang orang-orang kafir, kemudian menceritakan tentang orang-orang mukmin dan apa yang dijanjikan Allah Ta’ala bagi mereka dari berbagai kenikmatan. Itulah metode Qur’an, yakni menggabungkan antara tarhib wat-targhib (ayat 31 – 36)
• Surat yang mulia ini ditutup dengan menceritakan tentang suasana hari kiamat, saat orang-orang kafir menginginkan seandainya Allah menjadikan dirinya tanah, maka tidak akan dikumpulkan dan dihisab (ayat 37 – 40).
Sayyid Qutb[3] berkomentar terhadap surat ini sebagai berikut:
“Surat ini dibuka dengan sebuah pertanyaan yang timbul dari arus pertentangan di kalangan manusia mengenai suatu “hakikat” yang masih mereka pertengkarkan kebenarannya, yaitu “berita besar” yang tidak mustahil lagi, suatu yang pasti tanpa diragukan lagi, karena berita besar itu apabila mereka alami sendiri hakikatnya nanti, akan berakibat fatal bagi mereka sendiri (ayat 1 – 5).
Maka dari itu, kontek pembicaraan tentang berita besar itu ditinggalkan sementara sampai datang waktunya untuk dibicarakan lagi, sampai kenyataan terjadi di hadapan atau di sekitar mereka, baik yang berkenaan dengan kejadian alam, kehidupan, maupun dalam arti mereka sendiri (ayat 6 – 16).
Dari kumpulan ini—hakikat, pemandangan, penggambaran dan simponi—semuanya membawa mereka kepada berita besar yang mereka perselisihkan tentang ini, dan berakibat fatal bagi mereka setelah mereka mengetahuinya! Kepada mereka dikatakan, ‘Apa itu, dan bagaimana?’ (ayat 17 – 20)
Kemudian dipertontonkan adzab dengan segala kekerasan dan kehebatannya (ayat 21 – 30), dan tentang kenikmatan yang tercurah itu (ayat 31 – 36).
Surat ini diakhiri dengan simponi yang agung, di dalam hakikat dan di dalam persaksian yang diketengahkannya, berikut peringatan dan pengajaran hari yang pasti itu terjadi (ayat 37 – 40).
Itulah “berita besar” yang dipertanyakan oleh mereka. Dan itulah peristiwa yang pasti akan terjadi, pada waktu itu mereka menyaksikan sendiri berita besar itu!”
Tafsir Ayat 1 – 16[4]
Allah SWT berfirman dalam ayat-ayat ini untuk membantah dengan keras terhadap pertanyaan orang-orang musyrik yang mengingkari terjadinya hari kiamat. Ayat 1-2 mengandung arti tentang sesuatu apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang perkara hari kebangkitan dan itu adalah suatu berita yang besar, yaitu berita yang menakutkan, mengejutkan, dan dahsyat. Ada dua pendapat tentang arti “berita besar” itu:
• Qatadah dan Ibnu Zaid: hari kebangkitan setelah kematian
• Mujahid: Al-Qur’an
Yang benar adalah pendapat yang pertama.
Ayat 3: bahwa manusia dalam menghadapi berita ini terbagi kedalam dua golongan: yang percaya dan yang mengingkari. Kepada yang mengingkarinya Allah mengancam, “Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui.” Ini adalah ancaman yang keras dan janji yang amat dikuatkan.
Allah segera menerangkan kemampuanNya yang amat hebat dalam menciptakan segala sesuatu yang aneh, serta perkara-perkara yang ajaib yang menunjukkan kemampuanNya dalam melaksanakan segala sesuatu yang Dia kehendaki pada urusan-urusan akhirat, dll:
• bumi disediakan untuk semua makhluk sebagai tempat tinggal yang tetap,
• gunung-gunung dijadikan sebagai pasak yang berfungsi untuk menancapkan bumi agar tidak bergerak sehingga tidak menggoncangkan makhluk-makhluk Allah yang ada di atasnya.
• diciptakanNya laki-laki dan perempuan yang satu sama lainnya dapat saling menikmati sehingga menghasilkan keturunan dengan kenikmatan itu (30:21)
• tidur sebagai istirahat: berhenti dari bergerak untuk mendapatkan istirahat setelah banyak bekerja berbuat mencari penghidupan sepanjang hari (25:47)
• malam sebagai pakaian: kegelapan dan hitamnya malam menyelimuti manusia (92:1). Qatadah mengartikan libaasaa dengan ketenangan (sakanaa)
• siang bercahaya untuk memungkinkan manusia berusaha, pergi, bekerja, berniaga, dll
• tujuh buah langit adalah langit yang luas, tinggi, diciptakan dengan bijaksana serta amat teliti kemudian dihiasi dengan bintang-bintang yang berdiam dan yang bergerak
• matahari menyinari seluruh alam yang mana sinarnya dapat menerangi seluruh penduduk bumi seluruhnya
• diturunkan dari awan (al-mu’shirat) air yang banyak tercurah (tsajjaajaa). Al-mu’shirat berarti
o Ibnu Abbas, Ikrimah, Catada, Muqatil, Al-Kalby, Zaid bin Aslam dan anaknya Abdurrahman: angin (ar-riyah)
o Ibnu Abbas, Ikrimah, Abul ‘Aliyah, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, Ar-Rabi’ bin Anas, Ats-Tsauri dan Ibnu Parir: awan (as-sahaab)
o Al-Farra’: awan yang di dalamnya terdapat air hujan dan air hujan itu belum turun, seperti perkataan imra’ah mu’shir, yaitu wanita yang telah dekat masa haidnya akan tetapi belum haid
o Al-Hasan dan Qatadah: dari langit (minas samaawaati). Tapi ini pendapat aneh
Pendapat yang benar adalah awan (30:48): keluar dari celah-celahnya, yaitu celah awan. Sedangkan tsajjaajaa berarti:
o Mujahid, Qatadah, dan Rabi’bin Anas: tercurah (munshabbaa)
o Ats-Tsauri: terus-menerus (mutatabi’an)
o Ibnu Zaid: banyak (katsiiraa)
Ibnu Jarir: “Dalam pembicaraan Bangsa Arab, tidak ada istilah banyak turun hujan, akan tetapi istilah yang dipakai adalah air hujan tercurah terus-menerus.” Seperti sabda Rasul SAW, أفضل الحج العِجُّ والثج (sebaik-baik haji adalah dengan mengangkat suara tinggi-tinggi dan berpeluh keringat). Sabda Rasul SAW kepada wanita (Hammah binti Jahsy) yang sedang haid agar membersihkannya dengan kapas, maka wanita itu berkata bahwa darahnya akan lebih banyak lagi bahkan اََثََجُّ ثَجًّا (curahan air yang banyak dan terus-menerus)
• dari air hujan itu ditumbuhkan habbaa (biji-bijian yang disimpan untuk manusia dan binatang) dan nabaataa (sayur-mayur yang dimakan dalam keadaan segar) serta jannaatin (kebun-kebun dan taman-taman beserta buah-buahannya dengan berbagai macam bentuk, rupa, warna, serta aroma rasa yang beraneka ragam), semua buah-buahan itu tumbuh di satu tempat yaitu di bumi secara alfaafaa yang berarti mujtama’an (berkelompok) 13:4

Tafsir Ayat 17 – 30[4]
Allah mengabarkan bahwa hari keputusan (kebangkitan) datangnya telah ditetapkan waktunya, tidak bisa ditunda dan tidak bisa pula dipercepat serta tidak ada satu makhluk pun yang mengetahui dengan pasti kecuali Allah ‘Azza wajalla (11:104). Ketika itu manusia datang secara afwaajaa yang berarti:
• Mujahid: berkelompok-kelompok (zamran-zamran)
• Ibnu Jarir: setiap Amat datang bersama Nabi mereka (17:71)
Rasulullah SAW bersabda: Waktu dua tiupan adalah empat puluh. Para sahabat bertanya, “Empat puluh bulan?” Jawab Rasul, “Mungkin.” Mereka bertanya lagi, “Empat puluh tahun?” Jawab Rasul, “Mungkin.” Lalu beliau bersabda, “Kemudian Allah menurunkan dari langit air maka mereka tumbuh (hidup) sebagaimana tumbuhnya sayur-mayur. Semua manusia saat itu telah binasa kecuali satu tulang, yaitu tulang yang ada di bawah tulang punggungg yang mana dari tulang itulahj penciptaan makhluk akan dibentuk kembali pada hari kiamat. (HR. Bukhari)
Lalu dibukalah pintu-pintu langit sebagai jalan atau tempat turunnya malaikat, dijalankan gunung-gunung sehingga menjadi fatamorgana (27:88, 101:5, 20:105-107)
Neraka jahannam ada tempat pengintai (tempat untuk mengintip atau melihat) bagi orang-orang yang melampaui batas (murtad, orang-orang yang melakukan maksiat, dan orang-orang yang menentang pada Rasul). Tentang ayat ini ada dua pendapat:
• Al-Hasan dan Qatadah: tak seorang pun masuk surga hingga ia melewati neraka, lalu jika ia memiliki izin Allah maka ia akan selamat dari api neraka itu dan jika tidak ia akan terkurung di dalamnya
• Sufyan Ats-Tsauri: di atas neraka itu ada tiga titian
Mereka tinggal di neraka selama beberapa haqbun. Satu haqbunnya:
1. Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru, Ibnu Abbas, Said bin Jubair, Amru bin Ma’mun, Al-Hasan, Qatadah, Rabi’ bin Anas, dan Adh-Dhahhak: 80 tahun akhirat, setiap tahunnya 12 bulan, setiap bulannya 30 hari, setiap harinya 1000 tahun menurut kalender dunia (1 haqbun = 28,8 juta tahun dunia)
2. Al-Hasan dan As-Suda: 70 tahun akhirat (1 haqbun = 25,2 juta tahun dunia)
3. Abdullah bin Amr: 40 tahun akhirat (1 haqbun = 14,4 juta tahun dunia)
4. Basyir bin Ka’ab: 300 tahun akhirat (108 juta tahun dunia)
5. Abu Umamah: 30.000.000 tahun dunia [5] ini hadits yang munkar sekali
6. Ibnu Umar: 80 tahun dunia
7. Imam As-Suddi: ahqaabaa itu 700 haqbun (1 haqbun = 70 tahun akhirat), maka ahqaabaa = 17,64 milyar tahun dunia
8. Muqatil bin Hayyan: ayat ini terhapus dengan ayat 30
9. Qatadah dan Rabi’ bin Anas: yang benar adalah keberadaan mereka di neraka tidak terputus-putus dan tidak berhenti
10. Al-Hasan: al-ahqab adalah masa waktu yang tidak memiliki bilangan kecuali selama-lamanya atau kekal di dalamnya, tapi disebut juga bahwa 1 haqbun = 70 tahun akhirat
11. Qatadah: ahqaabaa adalah masa waktu yang tidak terputus-putus; setiap kali habis masa waktu selama satu haqbun maka akan datang satu haqbun lanilla dan begitu seterusnya
12. Rabi’ bin Anas: ahqaabaa artinya masa waktu yang tidak diketahui lamanya kecuali Allah SWT, tapi disebut juga bahwa 1 haqbun = 80 tahun akhirat
Mereka tidak akan merasa sejuk dan minum—Ibnu Jarir: tidak tidur; Al-Kindy, Mujahid, Abu Ubaidah dan Al-Kasai: al-baridu itu an-nu’asu (kantuk) dan an-naumu (tidur))—kecuali hamim dan ghassaaq. Rabi’ bin Anas: hamim adalah panas yang telah mencapai puncak tertinggi dari ukuran derajat panas; ghassaaq adalah campuran dari nanah penghuni neraka dengan keringat, air mata dan luka yang ada pada mereka, tak seorang pun sanggup menahan bau busuknya.
Itu semua sebagai pembalasan yang setimpal sesuai dengan perbuatan mereka yang merusak di dunia: mereka tidak percaya bahwa di sana ada suatu tempat yang menjadi tempat pembalasan serta tempat perhitungan atas perbuatan mereka, mendustakan dan keras kepala terhadap hujjah-hujjah Allah, padahal semua perbuatan mereka dicatat dalam suatu kitab. Maka dikatakan kepada penghuni neraka: rasakanlah oleh kalian dengan apa yang kalian alami saat ini, sungguh kalian tidak diberi tambahan kecuali siksaan demi siksaan terus-menerus dan selama-lamanya. Qatadah: “Belum pernah diturunkan ayat kepada para penghuni neraka ayat yang lebih menakutkan dari pada ayat ini.”

Tafsir Ayat 31 – 36[4]
Bagi yang bertaqwa Allah sediakan
1. mafaazaa:
• Ibnu Abbas dan Adh-Dhahhak: mutanazzihan (tempat yang menyenangkan)
• Mujahid dan Qatadah: mereka mendapatkan kemenangan maka mereka dapat selamat dari neraka
Pendapat yang lebih benar adalah Ibnu Abbas.
2. hada’iq: taman-taman dan kebun-kebun yang ditumbuhi pohon-pohon kurma
3. kawa’ib menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dll artinya nawahid (montok): payudara bidadari itu montok (menonjol dan bulat), serta tidak lembek karena mereka perawan yang satu umur (56:35-38). Sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya gerak-gerik penghuni surga akan terlihat jelas melalui keridhaan Allah, dan sesungguhnya ketika awan berjalan melewati mereka maka awan itu memanggil mereka, ‘Wahai penghuni surga, apakah yang kalian inginkan untuk aku hujani kepada kalian?’ Hingga awan itu menghujani mereka dengan bidadari-bidadari yang montok dan seumur.”
4. gelas-gelas yang penuh:
• Ibnu Abbas: gelas-gelas berisi penuh dan terus-menerus penuh
• Ikrimah: dihaaqaa artinya shafiyah (suci)
• Mujahid, Al-Hasan, Qatadah dan Ibnu Zaid: dihaaqaa artinya al-matra’ah (sangat terisi penuh)
• Mujahid dan Said bin Jubair: dihaaqaa artinya mutatabi’ah (terus-menerus)
5. tidak mendengarkan perkataan yang sia-sia dan dusta (52:23): tempat yang damai dan segala yang ada di tempat itu terhindar dari segala macam kekurangan
Semua itu sebagai imbalan yang Allah berikan kepada mereka dari kebaikan Allah serta berdasarkan rahmat Allah dengan memberikan pemberian banyak dan mencukupi. Orang Arab berkata, a’thaanii fa ahsabanii (dia telah memberi kepadaku maka hal itu telah mencukupiku)

Tafsir Ayat 37 – 40[4]
Allah adalah pemilik sekaligus pemelihara langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya dan yang ada di antaranya, Allah adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang mana kasih sayang Allah ini mencakup kepada setiap sesuatu. Tak seorang pun sanggup untuk memulai berbicara dengan Allah kecuali dengan seizinNya (2:255, 11:105).
Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata. Ruh di sini ada beberapa arti:
1. Al-Aufi dari Ibnu Abbas: ruh-ruh Bani Adam (manusia)
2. Al-Hasan dan Qatadah (ia berkata bahwa ini pendapat Ibnu Abbas yang dirahasiakan): seluruh keturunan anak Adam
3. Ibnu Abbas, Mujahid, Abu Shalih dan Al-A’masy: seluruh makhluk Allah yang telah diciptakan dengan memiliki bentuk anak Adam dan mereka itu bukanlah malaikat dan bukan pula manusia, akan tetapi mereka makan dan minum
4. Asy-Sya’bi, Said bin Jubair dan Adh-Dhahhak: malaikat Jibril (26:193-194). Muqatil bin Hayyan: malaikat yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah serta pemilik (pembawa) wahyu
5. Ibnu Zaid: Al-Qur’an (42:52)
6. Ali ibn Abi Thalhah dari Ibnu Abbas: satu di antara para malaikat yang ukurannya sama dengan seluruh makhluk Allah
Ibnu Katsir memilih pendapat seluruh bani Adam. Mereka mengatakan perkataan yang benar: laa ilaaha illallah (Abu Shalih dan Ikrimah)
Hari itu pasti terjadi, maka barang siapa menghendaki pasti akan menjadikan Allah sebagai tujuannya dan ia akan berjalan pada minhaj yang menunjukkan dirinya pada Allah. Allah telah memperingatkan dengan adzab yang dekat (hari kebangkitan yang telah mendekat dan setiap yang mendekat pasti akan datang). Pada hari itu manusia diperlihatkan seluruh amal baik/buruk, lama/baru (18:49, 75:13), sehingga orang-orang kafir berkeinginan bahwa saat di dunia ia menjadi tanah saja. Keinginan ini timbul:
• Saat melihat perbuatan-perbuatannya yang merusak yang tertulis dalam kitab-kitab catatan para malaikat yang mulia dan baik
• Saat Allah mengadili seluruh makhluk dengan adil serta tidak melakukan kecurangan dalam pengadilan, hingga dalam pengadilan itu Allah mengadili dua makhluk ciptaanNya, yaitu domba, kemudian Allah berkata kepada satu di antara kedua makhluk itu jadilah engkau tanah, maka makhluk itu menjadi tanah. Karena itulah orang kafir mengatakan, “alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.”


Bojonggede, 27 Januari 2005
Abdul Wahid Surhim



Rujukan:
1. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI
2. Ash-Shabuni, Muhammad Ali, 1999, Shafwatut Tafaasiir, Jilid 3, Darul Kutub Al-Islamiyah, Yakarta
3. Qutb, Sayyid, Fi Zhilaalil Qur’an Juz Amma – Tafsir Di Bawah Naungan Al-Qur’an, H. Bey Arifin & Jamaluddin Kafie (Penerjemah), 1984, Bina Ilmu, Surabaya
4. Ibnu Katsir, Khalid bin Musthafa Salim Abu Shaleh (Muhaqqiq), Farizal Tirmizi (Penerjemah), Tafsir Juz Amma, Penerbit Buku Islam Rahmatan, Cetakan Keenam, November 2004
5. Ibnu Katsir, Tasfirul Qur’anil Azhim, Juz 4, Maktabah wa Mathba’ah Thaha Putra Semarang

Tidak ada komentar: