Senin, 21 Januari 2008

Akan Datang Penghuni Surga

Akan Datang Penghuni Surga


Kafemuslimah.com - Di suatu hari Nabi sedang duduk di Masjid bersama para sahabatnya. Tiba-tiba Nabi berseru, "akan datang penghuni surga." Serentak para sahabat memandang ke arah pintu. Ternyata datanglah seorang sahabat yang memberi salam pada mejelis Nabi lalu shalat.

Keesokan harinya lagi, pada situasi yang sama, Rasul berseru, "Akan datang penghuni surga." Tiba-tiba hadir dari arah pintu sahabat yang kemaren juga digelari Rasul penghuni surga.

Selepas bubarnya mejelis Nabi, seorang sahabat mengejar "penghuni surga" tersebut. Ia berkata, "maafkan saya wahai saudaraku. Aku bertengkar dengan keluargaku bolehkah aku barang satu-dua hari menginap di rumahmu?"

"Penghuni surga" ini lalu berkata, "baiklah..." Satu hari berlalu, dua hari berlalu dan tiga hari pun berlalu. Akhirnya sahabat ini tak tahan dan berkata pada "penghuni surga". "Wahai saudaraku sebenarnya aku telah berbohon padamu. Aku tak bertengkar dengan keluargaku. Aku bermalam di rumahmu untuk melihat apa amalanmu karena aku mendengar rasul menyebutmu penghuni surga. Tapi setelah aku perhatikan amalan mu sama dengan apa yang aku kerjakan. Aku jadi tak mengerti....."

"Penghuni surga" itu menjawab, "maafkan aku, memang inilah aku! Ibadah yang aku jalankan tidak kurang- tidak lebih sebagaimana yang engkau saksikan selama tiga hari ini. Aku tak tahu mengapa Rasul menyebutku "penghuni surga".

Sahabat itu lalu pergi meninggalkan "penghuni surga". Tiba-tiba "penghuni surga" itu memanggil sahabat tersebut. "Saudaraku, aku jadi teringat sesuatu. Aku tak pernah dengki pada sesama muslim. Mungkin ini......"

Sahabat tersebut langsung berseru, "ini dia yang membedakan engkau dengan kami. Ini dia rahasianya mengapa Rasul menyebutmu penghuni surga. Ini yang tak dapat kami lakukan."

Ternyata, soal dengki ini bukan persoalan sepele. Ada seorang tukang sate di tempat saya. Alhamdulillah satenya yang memang empuk itu laris bukan main. Tetangganya mulai mencibir dan menuduh si Tukang sate memelihara tuyul. Ketika anak si Tukang Sate kecelakaan, lagi-lagi tetangganya mencibir, "rasakan! itulah tumbal akibat main tuyul!"

Lihatlah kita. Apakah kita bertingkah laku persis tetangga Tukang Sate tersebut? Kita tak rela kalau saudara kita memiliki nilai "lebih" di mata kita. Repotnya, rumput tetangga itu biasanya terlihat lebih "hijau" dibanding rumput kita. Kita dengki dengan keberhasilan saudara kita.

Ada seorang wanita karir yang berhasil. Karena beban kerjanya dia sering kerja lembur sampai baru pulang saat larut malam. Tetangganya menuduh ia wanita jalang. Ketika dari hasil jerih payahnya ia mampu membeli mobil, tetangganya ribut lagi, kali ini ia disebut "simpanan seorang bos".

Masya Allah! Bukannya belajar dari keberhasilan saudara kita tersebut, kita malah mencibir dan menuduhnya yang bukan-bukan.

Dengki adalah persoalan hati. Dari dengki biasanya lahir buruk sangka, kemudian dari buruk sangka biasanya lahir fitnah dan tuduhan, untuk menyebarkan fitnah ini kita bergosip kemana-mana sambil menggunjingkan perilaku orang tersebut.

Lihatlah, bermula dari dengki kemudian menyusul perbuatan dosa yang lain!

Sulit sekali menghilangkan rasa dengki tersebut. Untuk itu marilah kita minta perlindungan-Nya:

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau membiarkan KEDENGKIAN dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS 59:10)

Armidale, 2 September 1997
Nadirah Hosen

Nadirsyah Hosen adalah dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
sumber: kumpulan artikel ISNET

Dahsyatnya Sakaratul Maut, Siapkah kita untuk menghadapinya?

Dahsyatnya Sakaratul Maut, Siapkah kita untuk menghadapinya?
Ade M Resya W


Milis DT - "Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata, "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar." (niscaya kamu akan merasa sangat ngeri) (QS. Al-Anfal {8} : 50).

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata), "Keluarkanlah nyawamu !" Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Alloh (perkataan) yang tidak benar dan kerena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya". (Qs. Al- An'am : 93).

"Sakitnya sakaratul maut itu, kira-kira tiga ratus kali sakitnya dipukul pedang". (H.R. Ibnu Abu Dunya).

Cara Malaikat Izrail mencabut nyawa tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan, bila orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada Alloh, maka Malaikat Izrail mencabut nyawa secara kasar. Sebaliknya, bila terhadap orang yang soleh, cara mencabutnya dengan lemah lembut dan dengan hati-hati. Namun demikian peristiwa terpisahnya nyawa dengan raga tetap teramat menyakitkan.

Di dalam kisah Nabi Idris a.s, beliau adalah seorang ahli ibadah, kuat mengerjakan sholat sampai puluhan raka'at dalam sehari semalam dan selalu berzikir di dalam kesibukannya sehari-hari. Catatan amal Nabi Idris a.s yang sedemikian banyak, setiap malam naik ke langit. Hal itulah yang sangat menarik perhatian Malaikat Maut, Izrail. Maka bermohonlah ia kepada Alloh Swt agar di perkenankan mengunjungi Nabi Idris a.s. di dunia. Alloh Swt, mengabulkan permohonan Malaikat Izrail, maka turunlah ia ke dunia dengan menjelma sebagai seorang lelaki tampan, dan bertamu kerumah Nabi Idris.

"Assalamu'alaikum, yaa Nabi Alloh". Salam Malaikat Izrail.

"Wa'alaikum salam wa rahmatulloh". Jawab Nabi Idris a.s.

Beliau sama sekali tidak mengetahui, bahwa lelaki yang bertamu ke rumahnya itu adalah Malaikat Izrail.

Seperti tamu yang lain, Nabi Idris a.s. melayani Malaikat Izrail, dan ketika tiba saat berbuka puasa, Nabi Idris a.s. mengajaknya makan bersama, namun di tolak oleh Malaikat Izrail. Selesai berbuka puasa, seperti biasanya, Nabi Idris a.s mengkhususkan waktunya "menghadap". Alloh sampai keesokan harinya. Semua itu tidak lepas dari perhatian Malaikat Izrail. Juga ketika Nabi Idris terus-menerus berzikir dalam melakukan kesibukan sehari-harinya, dan hanya berbicara yang baik-baik saja. Pada suatu hari yang cerah, Nabi Idris a.s mengajak jalan-jalan "tamunya" itu ke sebuah perkebunan di mana pohon-pohonnya sedang berbuah, ranum dan menggiurkan.

"Izinkanlah saya memetik buah-buahan ini untuk kita". pinta Malaikat Izrail (menguji Nabi Idris a.s).

"Subhanalloh, (Maha Suci Alloh)" kata Nabi Idris a.s.

"Kenapa ?" Malaikat Izrail pura-pura terkejut.

"Buah-buahan ini bukan milik kita". Ungkap Nabi Idris a.s. Kemudian Beliau berkata: "Semalam anda menolak makanan yang halal, kini anda menginginkan makanan yang haram".

Malaikat Izrail tidak menjawab. Nabi Idris a.s perhatikan wajah tamunya yang tidak merasa bersalah. Diam-diam beliau penasaran tentang tamu yang belum dikenalnya itu. Siapakah gerangan ? pikir Nabi Idris a.s.

"Siapakah engkau sebenarnya ?" tanya Nabi Idris a.s.

"Aku Malaikat Izrail". Jawab Malaikat Izrail.

Nabi Idris a.s terkejut, hampir tak percaya, seketika tubuhnya bergetar tak berdaya.

"Apakah kedatanganmu untuk mencabut nyawaku ?" selidik Nabi Idris a.s serius.

"Tidak" Senyum Malaikat Izrail penuh hormat.

"Atas izin Alloh, aku sekedar berziarah kepadamu". Jawab Malaikat Izrail.

Nabi Idris manggut-manggut, beberapa lama kemudian beliau hanya terdiam.

"Aku punya keinginan kepadamu". Tutur Nabi Idris a.s.

"Apa itu ? katakanlah !". Jawab Malaikat Izrail.

"Kumohon engkau bersedia mencabut nyawaku sekarang. Lalu mintalah kepada Alloh SWT untuk menghidupkanku kembali, agar bertambah rasa takutku kepada-Nya dan meningkatkan amal ibadahku". Pinta Nabi Idris a.s.

"Tanpa seizin Alloh, aku tak dapat melakukannya", tolak Malaikat Izrail.

Pada saat itu pula Alloh SWT memerintahkan Malaikat Izrail agar mengabulkan permintaan Nabi Idris a.s. Dengan izin Alloh Malaikat Izrail segera mencabut nyawa Nabi Idris a.s. sesudah itu beliau wafat.

Malaikat Izrail menangis, memohonlah ia kepada Alloh SWT agar menghidupkan Nabi Idris a.s. kembali. Alloh mengabulkan permohonannya. Setelah dikabulkan Allah Nabi Idris a.s. hidup kembali.

"Bagaimanakah rasa mati itu, sahabatku ?" Tanya Malaikat Izrail.

"Seribu kali lebih sakit dari binatang hidup dikuliti". Jawab Nabi Idris a.s.

"Caraku yang lemah lembut itu, baru kulakukan terhadapmu". Kata Malaikat Izrail.

Masya Alloh, lemah-lembutnya Malaikat Maut (Izrail) itu terhadap Nabi Idris a.s. Bagaimanakah jika sakaratul maut itu, datang kepada kita?

Siapkah kita untuk menghadapinya?




Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar

AKHLAK TERCELA

اْلاِبْتِعَادُعَنِ اْلأَخْلاَقُ اْلمَذْمُوْمَةُ
AKHLAK TERCELA


Tujuan Instruksional
Setelah mendapatkan materi ini peserta diharapkan mampu:
1. Besikap tidak takabbur (sombong), tidak menghina, tidak meremehkan, dan tidak mencibir dengan isyarat apa pun.
2. Mengetahui hakikat kesombongan dan keburukannya dengan memberikan definisi kesombongan dan menyebutkan keburukannya.
3. Menjelaskan hal-hal yang menyebabkan kesombongan, setidaknya 5 hal.
4. Mengetahui dan menguraikan perilaku tercela akibat kesombongan, setidaknya 3 hal.
5. Menjaga dan memelihara diri dari kesombongan karena takut akan ancaman Allah swt. dengan cara meninggalkan hal-hal yang menyebabkan kesombongan dan meninggalkan perilaku yang menunjukkan kesombongan.

Titik Tekan Materi
Dengan materi menjahui akhlak tercela ini, maka seseorang akan memiliki sikap tidak takabur, tidak menghina, tidak meremehkan, dan tidak mencibir dengan sikap apa pun. Dengan materi ini akan terbentuk karakter matiinul khuluk pada diri seseorang.
Dengan demikian kita akan berusaha mencapai keridhaan Allah dengan menumbuhkan, meningkatkan, dan menjaga ketawadhu’an dalam menjalankan segala aktivitas dalam pergaulan. Materi menekankan bahwa kesombongan merupakan akhlak tercela dan merupakan sifat iblis laknatullah alaih. Iblis menganggap dirinya lebih mulia daripada Nabi Adam karena dirinya diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. Rasulullah saw. mendefinisikan kibir (sombong) adalah menolak yang hak dan meremehkan orang lain. Rasulullah saw. mengingatkan bahwa orang yang di hatinya ada kesombongan tidak pernah mencium bau surga dan tidak akan mendapatkan hidayah.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kesombongan dan akibat-akibatnya. Disertai dengan contoh-contoh dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sebagai penyeimbang, sertakan juga karaktristik ketawadhu’an sebagai lawan kesombongan. Juga kiat-kiat menuju ketawadhu’an.

Pokok-pokok Materi
1. Ta’rif akhlak
2. Pembagian akhlak
3. Hakikat kesombongan dan keburukannya
4. Faktor-faktor penyebab kesombongan
5. Perilaku tercela yang muncul akibat kesombongan
6. Karakteristik ketawadhu’an sebagai lawan kesombongan
7. Kiat-kiat mengobati kesobongan.



Teknologi Pembelajaran

Berikan pengantar bahwa topik yang dibahas adalah menghindari akhlak tercela dan sampaikan tujuan pembelajaran materi ini. Pancing peserta mengemukakan pengetahuannya tentang hakikan kesombongan dan bahayanya. Luruskan dan lengkapi tanggapan peserta tentang hakikat kesombongan dan bahayanya disertai dalil-dalil dalam Al-Quran dan Sunah.
Uraikan penyebab-penyebab kesomboingan dan perilaku lainnya yang didasari kesombongan dengan dalil-dalilnya. Kemukakan kisah-kisah shahabat, tabi’in dan salafu-saleh dan pancing perserta untuk mengermukakan kiat-kita mengatasi kesombongan agar mencapai ketawadhuan. Lengkapi dan sempurnakan tanggapan peserta sehingga mencapai target yang ditetapkan.

Ta’rif Akhlak
Akhlak adalah situasi hati yang mantap, yang muncul ke permukaan dari individu muslim dengan reflek tanpa dipertimbangkan. Apabila situasi hati itu menimbulkan amal perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang timbul darinya adalah amal perbuatan yang buruk, berarti situasi yang menjadi sumbernya adalah situasi hati atau akhlak yang buruk.
Di antara akhlak yang buruk tersebut adalah kesombongan (al-kibr).
Apakah kibr itu? Ia adalah perasaan yang cenderung memandang diri lebih dari orang lain dan meremehkannya. Kesombongan memerlukan adanya orang yang disombongi dan hal-hal yang dipergunakan untuk menyombongkan diri.
Meskipun demikian, seseorang yang menganggap dirinya besar tidak serta merta disebut sombong. Sebab ada kalanya seseorang meganggap dirinya besar akan tetapi ia memandang orang lain sejajar dengannya, atau bahkan lebih besar daripada dirinya. Demikian juga, seseorang yang menganggap orang lain rendah tidak serta merta pasti orang sombong, sebab bisa jadi ia memandang dirinya sejajar dengannya atau bahkan lebih rendah.
Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang mencela sikap sombong
* Kemudian Kami katakan kepada malaikat,”Bersujudlah kalian kepada Adam.” Mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk yang bersujud, Allah berfirman,”Apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam ketika Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab, “Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah.” Allah berfirman, “Turunlah kamu dari surga, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya.” Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” (Al-A’raf/7: 11-13)
* Aku akan memalingkan orang-orang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku, tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, maka tidak mau menempuhnya. Tetapi jika mereka melihat jalan keksesatan, mereka terus menempuhnya.Yang demikian itu karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami, dan mereka selalu melalaikannya. (Al-A’raf/7: 146)
* Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mukmin/40: 60)

Rasulullah saw. bersabda,
لاَ يَدْخًلً اْلجَنَّةَ مَنْ كَانَ ِفيْ قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ . رواه مسلم
Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi kesombongan. (HR. Muslim)

Dari Abu Hurarirah ra., dari Nabi saw., Allah swt. berfirman, Kesombongan adalah kain selendang-Ku, kebesaran-Ku. Pada salah satu dari keduanya niscaya Aku akan menyiksamu di dalam neraka jahanam, dan Aku tidak mempedulikannya. (HR Muslim).

Nabi saw. bersabda, Orang-orang sombong akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam bentuk semut yang diinjak-injak ummat manusia karena penghinaan mereka kepada Allah. (HR. Al-Bazzar).

Bahaya Takabbur
Dari ayat-ayat dan Hadits di atas dapatlah diketahui bahwa akibat dan bahaya takabbur banyak sekali. Betapa tidak, sedangkan Nabi saw telah menjelaskan bahwa orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun kecil, tidak akan masuk surga. Hal ini karena sikap sombong menjadi tabir antara seorang hamba dengan akhlak orang yang beriman seluruhnya. Sedangkan akhlak tersebut merupakan pintu-pintu masuk surga. Dan kesombongan telah menutup pinut-pintu itu seluruhnya. Sebab oirang yang sombong tidak dapat mencintai orang beriman yang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri, tidak dapat berlaku tawadhu’, padahal tawadhu’ merupakan pangkal akhlak orang beriman yang bertakwa. Ia tidak dapat terus-menerus menjaga kejujuran, tidak dapat meninggalkan rasa dendam, marah, dan dengki; tidak dapat memberi nasehat orang lain; selalu menghina orang dan menggunjingnya.
Sikap sombong inilah yang merupakan dosa pertama iblis yang dipergunakan untuk durhaka kepada Allah. Akibatnya ia diusir dari jannah, kemudian timbul dendam kepada Adam a.s.
Seburuk-buruk kesombongan adalah kesombongan yang dapat menghalangi pelakunya untuk mendapatkan manfaat ilmu dan mengahalangi pelakunya untuk menerima kebenaran dari orang lain dan tunduk kepada kebenaran Oleh karena itu Rasulullah saw menjelaskan kesombongan dengan dua macam bahaya ini ketika beliau ditanya oleh Tsabit bin Qais. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya adalah orang yang suka keindahansebagaimana Engkau lihat. Apakah itu trmasuk sombong?” Nabi amenjawab, “Tidak. Akan tetapi kesombongsan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR Muslim).
Jadi setiap yang memandang dirinya lebih baik daripada orang lain dan menghinanya serta memandangnya dengan sinis, atau menolak kebenaran padahal ia mengetahuinya, maka ia telah sombong dan merebut hak-hak Allah.

Faktor-Faktor Penyebab Kesombongan
Ada beberapa sebab yang dapat menimbulkan kesombongan, Ada yang bersifat keagamaan seperti ilmu dan amal, dan ada yang bersifat keduniaan seperti nasab, ketampanan, kekayaan, dan banyaknya pendukung.
1. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dapat dengan cepat menjangkiti orang menjadi sombong. Seseorang merasa dalam dirinya terdapat kesempurnaan ilmu, lalu merasa dirinya hebat, menganggap orang lain bodoh. Kesombongan karena ilmu disebabkan dua hal: pertama, karena menekuni sesuatu yang disebut ilmu, padahal sebenarnya bukan. Sebab ilmu yang hakiki dapat untuk mengenal Tuhannya, dan dapat mengenalkan berbagai hal ketika berurusan dengan Allah. Ilmu yang benar dapat menimbulkan rasa takut dan tawadhu’, bukan sebaliknya. Seperti dalam firman Allah,“Sesungguhnya yang takut pada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama’” (QS Fathir/35: 28)
Kedua, menggeluti ilmu dengan batin yang kotor, jiwa yang rendah dan akhlak yang buruk. Seseorang tidak lebih dahulu melakukan tazkiatun nafs, menekuni pensucian jiwa dan pembersihan hatinya dengan berbagai macam mujahadah, dan tidak menempa jiwanya dengan ibadah. Akibatnya, ilmu yang ditekuninya tidak membawa bekas kebaikan.
Cara mengatasinya. Kesombongan karena ilmu dapat diilaj dengan mengetahui bahwa keutamaan ilmu itu hanyalah dengan disertai niat yang baik dan mengamalkannya serta menyebarluaskannya karena Allah tanpa menmgharapkan manfaat dari manusia. Jika tidak demikian akan menyebabkan seorang yang berilmu lebih rendah martabatnya daripada orang yang bodoh.
Dari Usamah bin Zaid r.a., ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Akan ada orang yang dibawa pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka sehingga isi perutnya keluar, lalu ia berputar-putar seperti keledai berputar-putar dalam penggilingan. Kemudia para ahli neraka mengelilinginya dan berkata, ‘Hai Fulan, mengapa kamu (demikian), bukankah kamu (dahulu) memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar?’ Ia menjawab, ‘Ya, saya dahulu saya memerintahkan yang ma’ruf, namun saya tidak mengerjakannya, dan saya mencegah yang mungkar, namun saya mengerjakannya’” (HR Muslim).

2. Amal dan Ibadah
Ahli ibadah kadang-kadang menyombongkan diri atas orang-orang lain, terhadap orang yang tidak melakukan amal ibadah seperti yang dilakukannya. Sikap seperti ini adalah sebuah kebodohan.
Cara mengatasinya adalah dengan memahami bahwa keutamaan ibadah itu jika diterima oleh Allah. Dan diterimanya ibadah itu jika telah memenuhi syarat-syarat dan rukunnya, serta menjauhi apa saja yang dapat merusaknya.Tentunya juga tetap disertai dengan niat ikhlas, taqwa dan terjaga dari hal-hal yang dapat merusakkannya. Allah berfirman, “Maka janganlah kamu menganggap suci dirimu sendiri. Dia lebih mengetahui orang yang bertaqwa” (QSAn-Najm/ : 32). Ayat ini mengisyaratkan bahwa pensucian jiwa itu hanya dengan taqwa. “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal ibadah) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maidah/5:27).
Ketiga, Keturunan dan Nasab. Tidak sedikit kasus orang-orang yang membanggakan diri hanya karena keturuna atau nasab. Ungkapan mereka “siapa kamu” atau “siapa orang tuamu”, “aku keturunan si anu” dan “lancang sekali kamu berani bicara denganku” adalah contohnya.
Untuk mengatasi sikap demikian dapat memperhatikan wasiat Rasulullah sebagai berikut:
Telah diriwayatkan Abu Dzar r.a..Ia berkata, “Saya pernah mengejek seseorang di sisi Nabi saw. Saya berkata kepadanya, ‘Hai, anak si wanita hitam!’ Kemudian Nabi saw. marah dan bersabda, ‘Hai, Abu Dzar! Tidak ada kelebihan bagi anak perempuan berkulit putih atas anak perempuan berkulit hitam’. ‘Lalu saya berbaring dan berkata kepada orang tersebut, ‘Berdirilah dan injaklah pipiku!’” (HR Ibnul Mubarak).
Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana Abu Dzar menyadari kekeliruannya, yakni sombong, dan kesiapan menerima balasan (hukuman) langung dari orang yang bersangkutan. Ia mengetahui bahwa kesombongan akan membawa kehinaan.
Nabi saw. bersabda, “Jika hari kiamat trelah tiba, Allah menyuruh seseorang untuk berseru, ‘Ketahuilah bahwa Aku (Allah) telah menjadikan nasab (yang mulia) dan kamu menjadikan nasab yang lain. Aku telah menjadikan yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa. Lalu kamu enggan (menerimanya), bahkan mengatakan, ‘Si Fulan anak si Fulan lebih baik daripada si Fulan anak si Fulan’. Maka Saya mengangkat nasab (ketetapan)-Ku dan Aku merendahkan nasab (ketetapanmu)’” (HR Baihaqi dan Thabrani).
Keempat, Kecantikan atau Ketampanan.
Ini banyak terjadi pada kaum wanita. Karena kecantikannya menadi sombong dan mencela orang lain, dan menyebut-nyebut cacat (kekurangannya).
Untuk mengatasi hal ini dengan memperhatikan aspek batin dan jangan memandang lahiriahnya. Sebab secara lahiriah, manusia pada umumnya sama saja. Misalnya perut ada tahinya, hidung dan telinga ada kotorannya, keringatnya berbau, dll. Dengan cara demikian ini, kita dapat mengetahui berbagai keburukan manusia yang diciptakan dari sesuatu yang menjijikkan, kemudian mati dan menjadi bangkai. Kecantikan dan ketampanan tidaklah kekal. Ia dapat rusak dan hilang setiap saat karena sakit atau sebab lainnya.
Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk (lahiriah)-mu, tetapi melihat hatimu” (HR )
Kelima, Harta Kekayaan.
Ini biasanya mengenai orang-orang yang kaya (aghniya’). Kelebihan dalam kekayaan atau materi, seperti rumah, kendaraan, pakaian, dan harta benda yang lain menyebabkan 0rang kaya menghina yang miskin.
Cara mengatasi hal ini dengan merenungkan hakikat kekayaan. Nabi bersabda, “Kekayaan itu bukanlah banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan itu adalah kaya jiwa” (HR ).
Keenam, Banyaknya Pengikut dan Kekuasaan.
Ini biasanya mengenai para pemimpin dan para tokoh. Kedudukan (kekuasaan) berkait erat dengan banyak pengikut atau pendukung. Keduanya sering menjadikan seseorang trjatuh dalam kesombongan.
Untuk mengatasi kedua sebab kesombongan itu adalah dengan memahami keberadaannya. Takabbur karena dua hal tersebut merupakan kesombongan yang paling buruk, karena sombong dengan sesuatu yang di luar dzat manusia. Seseorang memilikinya hanya sebagai pinjaman yang dapat diambil kembali oleh pemiliknya dengan cepat. Andaikata keduanya telah dicabut, maka bisa jadi orang trsebut akan menjadi yang paling rendah dan hina.
Layak kiranya bagi orang yang budiman untuk menghadap Yang Kekal, yang tidak akan hilang, dan memikirkan firman Allah berikut.
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS Al-Kahfi/18:46).
“Katakanlah, “Ya, Allah Penguasa segala penguasa, Engkau brikan kekuasaan kepada yang Kau kehendaki, dan Engkau cabut dari siapa yang Kau kehendaki; Engkau muliakan siapa yang Kau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa yang Kau kehendaki dengan kaikan kekuasaan-Mu. Sesungguhnya Engkau maha kuasa atas segala sesuatu’” (QS Ali Imran/3:26)
Ketujuh, Kekuatan Fisik dan Keperkasaan.
Orang-orang yang badannya besar, kekar dan perkasa sering terlalu membanggakannya sehinga terperosok pada kesombongan. Mereka merasa kuat dan tak terkalahkan.
Untuk menghilangkan (mengilaj) kesombongan ini dengan mengetahui dan menyadari bahwa kekuatan fisik bukanlah hakikan kemuliaan yang sesungguhnya; ia tidak kekal dan dapat hilang dengan mudahnya. Misalnya orang yang sangat kuat dan perkasa bisa menjadi lumpuh karena struk. Atau akan menjadi lemah setelah terkena irus HIV. Jadi tidaklah layak menyombongkan diri hanya karena kelebihan fisik dan keperkasaan.

Kesimpulan
1. Takabbur adalah rasa senang dan cenderung memandang dirinya melebihi orang lain dan meremehkannya.
2. Hal-hal yang menyebabkan kesombongan adalah: ilmu, amal, ketmpanan/kecantikan, keturuna dan nasab, harta kekayaan, kekuatan fisik dan keperkasaan, kekuasaan dan banyaknya pengikut/pendukung.
3. Akibat kesombongan adalah timbulnya perilaku tercela. Misalnya tidak dpat mencintai saudara seiman sebagaimana mencintai dirinya sendiri, tidak dapat berlaku tawadhu’, tidak dapat menjaga kejujuran, tidak dapat menjahui rasa dendam, marah dan dengki, tidak dpat bersikap lemah lembut, tidak mau menerima nasihat orang lain, suka menghina orang lain, dan sebaginya.
4. Bahaya kesombongan yang paling buruk adalah menghalangi pelakunya dari mengambil manfaat ilmu, dan menolak kebenaran yang disampaikan orang lain. Dan akhirnya dapat menghalangi pelakunya masuk surga.

Maraji’
1. An-Nawawy, Riyadhus-Shalihin.
2. Said Hawa. 1999. Mensucikan Jiwa. Jakarta: Robbani Press.
3. Qoyyim, Al-Jauziyah. 1998. Pendakian Menuju Allah SWT. Jakarta; Al-Kautsar.

Sabtu, 05 Januari 2008

ISLAMNYA NAPOLEON BONAPARTE

Zainal Arifin (INT - CP3) to me


Untuk menambah keyakinan kita.


ISLAMNYA NAPOLEON BONAPARTE

Kategori : Kisah Mualaf

Kamis, 15 Juni 2006 @ 04:49:56

Siapa yang tidak mengenal Napoleon Bonaparte, seorang Jendral dan Kaisar Prancis yang tenar kelahiran Ajaccio, Corsica 1769. Namanya terdapat dalam urutan ke-34 dari Seratus Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah yang ditulis oleh Michael H. Hart.

Sebagai seorang yang berkuasa dan berdaulat penuh terhadap negara Prancis sejak Agustus 1793, seharusnya ia merasa puas dengan segala apa yang telah diperolehnya itu.
Tapi rupanya kemegahan dunia belum bisa memuaskan batinnya, agama yang dianutnya waktu itu ternyata tidak bisa membuat Napoleon Bonaparte merasa tenang dan damai.
Akhirnya pada tanggal 02 Juli 1798, 23 tahun sebelum kematiannya ditahun 1821, Napoleon Bonaparte menyatakan ke-Islamannya dihadapan dunia Internasional.

Apa yang membuat Napoleon ini lebih memilih Islam daripada agama lamanya, Kristen ?
Berikut penuturannya sendiri yang pernah dimuat dimajalah Genuine Islam, edisi Oktober 1936 terbitan Singapura.

"I read the Bible; Moses was an able man, the Jews are villains, cowardly and cruel. Is there anything more horrible than the story of Lot and his daughters ?"

"The science which proves to us that the earth is not the centre of the celestial movements has struck a great blow at religion. Joshua stops the sun ! One shall see the stars falling into the sea... I say that of all the suns and planets,..."

"Saya membaca Bible; Musa adalah orang yang cakap, sedang orang Yahudi adalah bangsat, pengecut dan jahat. Adakah sesuatu yang lebih dahsyat daripada kisah Lut beserta kedua puterinya ?" (Lihat Kejadian 19:30-38)

"Sains telah menunjukkan bukti kepada kita, bahwa bumi bukanlah pusat tata surya, dan ini merupakan pukulan hebat terhadap agama Kristen. Yosua menghentikan matahari (Yosua 10: 12-13). Orang akan melihat bintang-bintang berjatuhan kedalam laut.... saya katakan, semua matahari dan planet-planet ...."

Selanjutnya Napoleon Bonaparte berkata :

"Religions are always based on miracles, on such things than nobody listens to like Trinity. Yesus called himself the son of God and he was a descendant of David. I prefer the religion of Muhammad. It has less ridiculous things than ours; the turks also call us idolaters."

"Agama-agama itu selalu didasarkan pada hal-hal yang ajaib, seperti halnya Trinitas yang sulit dipahami. Yesus memanggil dirinya sebagai anak Tuhan, padahal ia keturunan Daud. Saya lebih meyakini agama yang dibawa oleh Muhammad. Islam terhindar jauh dari kelucuan-kelucuan ritual seperti yang terdapat didalam agama kita (Kristen); Bangsa Turki juga menyebut kita sebagai orang-orang penyembah berhala dan dewa."

Selanjutnya :

"Surely, I have told you on different occations and I have intimated to you by various discourses that I am a Unitarian Musselman and I glorify the prophet Muhammad and that I love the Musselmans."

"Dengan penuh kepastian saya telah mengatakan kepada anda semua pada kesempatan yang berbeda, dan saya harus memperjelas lagi kepada anda disetiap ceramah, bahwa saya adalah seorang Muslim, dan saya memuliakan nabi Muhammad serta mencintai orang-orang Islam."

Akhirnya ia berkata :

"In the name of God the Merciful, the Compassionate. There is no god but God, He has no son and He reigns without a partner."

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tiada Tuhan selain Allah. Ia tidak beranak dan Ia mengatur segala makhlukNya tanpa pendamping."

Napoleon Bonaparte mengagumi AlQuran setelah membandingkan dengan kitab sucinya, Alkitab (Injil). Akhirnya ia menemukan keunggulan-keunggulan Al-Quran daripada Alkitab (Injil), juga semua cerita yang melatar belakanginya.


Referensi :

1. Memoirs of Napoleon Bonaparte by Louis Antoine Fauvelet de Bourrienne edited by R.W. Phipps. Vol. 1 (New York: Charles Scribner's Sons, 1889) p. 168-169. http://chnm.gmu.edu/revolution/d/612/

2. 'Napoleon And Islam' by C. Cherfils. ISBN: 967-61-0898-7 http://www.shef.ac.uk/~ics/whatis/articles/napoleon.htm

3. Satanic Voices - Ancient and Modern by David M. Pidcock, (1992 ISBN: 1-81012-03-1), it states on page 61, that the then official French Newspaper, Le Moniteur, carried the accounts of his conversion to Islam, in 1798 C.E

Rabu, 02 Januari 2008

TAKWA

BAB TAKWA

Allah berfirman,
"Hai orang-orang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa." (Ali Imran: 102).
Allah berfirman,
"Maka bertakwalah kepada Allah semampu kalian…" (At-Taghabun: 16).
Ayat berikut ini menjelaskan pengertian ayat pertama.
"Hai orang-orang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang baik." (Al-Ahzab: 70).
Ayat-ayat yang berkaitan dengan perintah bertakwa sangat banyak dan populer.
Allah berfirman,
"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah pasti Dia menjadikan untuknya jalan keluar. Dan memberinya rezeki yang tanpa disangka-sangka." (At-Thalaq: 2).
Allah berfirman,
"Jika kalian bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan pembeda bagi kalian, menghapus kesalahan kalian dan mengampuni kalian. Dan Allah memliki kemuliaan yang agung." (Al-Anfal: 29).

Ayat-ayat seputar bab ini juga sangat banyak dan populer. Sedangkan dalil-dalil dari hadits di antaranya:
1. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada yang bertanya kepada Rasulullah,
يا رَسُول اللَّهِ مَنْ أَكْرَمُ النَّاسِ؟ قَالَ: أَتْقَاهُمْ قَالُوْا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: فَيُوْسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ بْنِ نَبِيِّ اللَّهِ بْنِ نَبِيِّ اللَّهِ بْنِ خَلِيْلِ اللَّهِ قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُوْنِي؟ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإسْلاَمِ إِذَا فَقَهُوْا
"Ya Rasulullah, siapakah orang paling mulia?" Beliau mnejawab, "Orang yang paling bertakwa di antara mereka." Orang itu berkata lagi, 'Bukan tentang ini kami bertanya.' Beliau menjawab, 'Yusuf bin Nabi Allah bin Nabi Allah bin Khalilullah.' Mereka bertanya, 'Bukan tentang ini kami bertanya.' Beliau menjawab, 'Apakah kalian bertanya tentang kantong-kantong daerah Arab? Sebaik-baik kalian di Jahiliyah adalah yang terbaik di dalam Islam jika mereka berilmu." (Muttafaq Alaihi).
Faqihu, dengan Dhadh didhammah, artinya mengerti hukum-hukum syariah Islam.
2. Abu Sa'id ra meriwayatkan dari Rasulullah saw. yang bersabda,
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌُ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوْا الدَّنْيَا، وَاتَّقُوْا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
"Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (menyenangkan) dan Allah mengangkat kalian sebagai pimpinan di dunia. Maka Dia akan melihat apa yang kalian kerjakan. Maka bertakwalah kalian dalam hal dunia dan bertakwalah dalam hal wanita. Fitnah pertama yang menimpa Bani Israel adalah wanita." (Muslim).
3. Ibnu Mas'ud meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah berdoa,
اَلَّلهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, iffah, dan kekayaan." (Muslim).
4. Abu Thuraif 'Adi bin Hatim At-Tha'i meriwayatkan,
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِيْنٍ ثُمَّ رَأَى أَتْقَى للهِ مِنْهَا فَلْيَأْتِ التَّقْوَى
"Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa bersumpah lalu melihat ada sesuatu yang lebih (bernilai) takwa kepada Allah hendaknya ia mengambil ketakwaan itu." (Muslim).
5. Abu Umamah Shadi bin 'Ajlan Al-Bahili ra berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah saw berpidato di Haji Wada',
اِتَّقُوْا اللَّهَ وَصَلُّوْا خَمْسَكُمْ، وَصُوْمُوْا شَهْرَكُمْ، وَأَدَّوْا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ، وَأَطِيْعُوا أُمَرَاءَكُمْ، تَدْخُلُوْا جَنَّةَ رَبِّكُمْ
'Bertakwalah kalian kepada Allah, shalatlah yang lima waktu, puasalah di bulan kalian, tunaikan zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian akan memasuki surga Tuhan kalian." (Tirmidzi di Kitab Shalat, hadits hasan shahih).
---o0o---

Anas Bin Malik Anshori ra.

أنس بن مالك الأنصاري
" اللهم ارزقه مالاً وولداً ، وبارك له
Ya Allah berilah dia harta
dan anak dan berkahilah.( Doa Rosul )

Anas bin Malik sejak usia belianya telah mendapt talqin dua syahadat dari ibunya Al ghumaisho', sejak itu tumbuhlah kecintaan hatinya yang bersih kepada Rosul saw , bersemangat untuk mendengar langsung darinya, tidak heran kalau kadang telinga lebih awal merindukan dari pada penglihatan. Sudah lama anak kecil ini mendambakan bertemu langsung dengan Rosul di Makkah atau di Yatsrib sehinga ia dapat bahagia dengan pertemuannya.

Tidak berselang waktu yang lama, Yatsrib dibahagiakan oleh kedatangan Rosulullah dan sahabatnya As Siddiq yang sudah lama di damba-dambakan. Maka tidak satupun keluarga dan hati penduduk Madinah yang tidak berbahagia. Saat itu semua pemuda menyebarkan berita setiap pagi bahwa Rosulullah saw akan tiba di Yatsrib. Anas bin Malik bersama anak-anak yang lain yang berusaha ingin bertemu dengan Rosulullah, namun ketika belum berhasil menemuinya ia sedih.
Pada suatu pagi yang indah yang menyebarkan keharuman, masyarakat berteriak-teriak , bahawa Muhammad dan sahabatnya telah dekat dari kota Madinah, semua orang berusaha menyambut kedatangan Nabi saw. Begitu juga anak-anak, mereka berlomba-lomba ikut menyambut Rosulullah dengan hati yang diliputi kegembiraan yang meluap-luap dan wajah yang berseri-seri, maka di antara anak-anak itu adalah Anas bin Malik. Sementara para wanita telah berada di atas rumah mereka, menunggu dan berusaha melihat wajah Rosulullah saw. hati mereka berkata :" Mana ya orangnya yang disebut Rosul ? Sungguh hari itu adalah hari yang bersejarah. Peristiwa ini terus dikenang oleh Anas sampai usianya hampir seratus tahun.

Belum lama Rosul tinggal di Madinah, datanglah seorang wanita bernama Al Ghumaiso' binti Milhan menemui Rosulullah saw bersama putranya Anas bin Malik, ia berkata :
يا رسول الله .. . لم يبق رجُلٌ ولا امرأةٌ من الأنصار إلا وقد أتحفك بتُحفَةٍ ، وإني لا أجدُ ما أُتحِفُكَ به غير ابني هذا . .. فخُذْهُ ، فليخدمك ما شئت . . .

Wahai Rosul, tidak satupun seorang laki-laki dan perempuan dari Ansor ini, kecuali telah memberi hadiah kepadamu, dan sesungguhnya Aku tidak memiliki apa yang dapat aku berikan kepadamu kecuali anakku ini….maka ambillah anak ini agar dia dapat membantumu kapan anda mau.

Tergugahlah Rosul untuk menerimanya, beliau mengusap kepalanya dan menyatukannya dengan keluarganya, Saat itu umur Anas sepuluh tahun, saat kebahgaiaannya dapat menjadi pembantu Rosul, dan hidup terus bersama Rosulullah sampai Rosul kembali kepada Allah. Adalah masa hidupnya menjadi pembantu Rosul selama sepeuluh tahun. Kondisi ini sangat dimanfaatkan oleh Anas untuk menimba langsung hidayah dari Rosul, memahami semua sabdanya, mengtahui sifat-sifatnya dan keutamaannya yang tidak dapat diketahui oleh selainnya.
Anas berkata :"Adalah Rosulullah saw orang yang paling baik akhlaknya, lapang dadanya, dan banyak kasih sayangnya. Suatu saat beliau menyuruhku untuk suatu keperluan, ketika aku berangkat aku tidak menuju ke tempat yang Rosul inginkan, namun aku pergi ke tempat anak-anak yang sedang bermain di pasar ikut bermain bersama mereka. Ketika aku telah bersama mereka aku merasa ada seseorang berdiri di belakangku dan menarik bajuku, maka aku menoleh, ternyata dia adalah Rosululah dengan senyum beliau menegurku ::" Ya Unais ( panggilan kesayangan ) apakah kamu sudah pergi ke tempat yang aku perintahkan? Aku gugup menjawabnya : Ya, ya Rosul, sekarang aku akan berangkat. Demi Allah aku telah menjadi pembantunya sepuluh tahun, tidak pernah aku mendengar ia menegurku :" Mengapa kamu lakukan ini dan itu, atau mengapa kamu tidak melakukan ini atau itu ?
Dan Adalah Rosulullah saw jika memanggilnya selalu memanggilnya dengan panggilan rasa sayang dan memanjakan yaitu dengan memanggilnya dengan kata unais atau ya bunayya. Begitu juga Rasullulloh banyak menasihatinya sampai memenuhi hati dan otaknya. Diantara nasihat-nasihatnya adalah :
( يا بُنيَّ إن قدرت أن تُصبح وتُمسي وليس في قلبك غش لأحد فافعل . . .

Ya bunayya jika engkau mampu setiap pagi dan sore hatimu bersih dari perasaan dengki kepada orang lain maka lakukanlah.
يا بُنيَّ إنَّ ذلك من سُنتي ، ومن أحيا سُنتي فقد أحَبَّني .
ومن أحَبَّني كان معي في الجنة .

Ya bunayya sesungguhnya hal itu adalah sunnahku, barang siapa menghidupkan sunnahku maka mencintaiku, barangsiapa mencintaiku akan bersamaku di surga.
يا بُني إذا دخلت على أهلك فسلم يكن بركَةً عليك وعلى أهل بيتك )
Ya bunayya jika engkau menemui keluargamu maka berilah salam niscaya akan menjadi keberkahan bagimu dan bagi keluargamu.

Anas bin Malik hidup setelah wafatnya Rasullullah saw sekitar delapan puluh tahun lebih. Dadanya dipenuhi ilmu yang langsung diambil dari Rosulullah. Otaknya tumbuh dengan pemahaman kenabian. Oleh karena itu sepanjang umurnya menjadi rujukan umat Islam, tempat umat bertanya, setiap menghadapi permasalahan sulit dan tidak diketahui hukumnya. Suatu saat terjadi perdebatan tentang keberadaan telaga Nabi nanti di hari qiyamat. Maka mereka bertanya kepada Anas tentang masalah ini. Beliau menjawab :"Aku tidak mengira hidup dalam kondisi mendapatkan kalian mendiskusikan tentang telaga. Sungguh aku telah meninggalkan para wanita tua di belakangku, tidaklah di antara mereka sholat kecuali mereka berdoa agar dapat minum dari telaga nabi tersebut.
Dan seterusnya Anas sepanjang hidupnya selalu mengenang kehidupan Rosulullah. Adalah Anas selalu riang setiap kali bertemu dengan Rosulullah, sangat sedih di saat perpisahan, banyak mengulang-ngulang sabdanya, sangat perhatian mengikuti perkataan-perkataannya dan perbuatan-perbuatannya, menyenangi apa yang disenangi dan membenci apa yang dibenci, dan hari yang paling berkesan baginya karena dua peristiwa : Hari yang pertama ia bertemu dengan Rosulullah dan hari saat berpisah dengan Beliau. Apabila terkenang hari yang pertama beliau berbahagia, dan apabila terkenang hari yang kedua terharu yang membuat orang-orang di sekelilingnya ikut menangis. Beliau sering berkata :"Sungguh saya melihat Nabi saw pada hari pertama bersama kita, dan hari pada saat wafatnya, maka tidaklah aku melihat dua hari itu ada kemiripan. Maka pada hari saat masuk ke Madianah menyinari segal sesuatu. Dan pada hari hampir wafatnya, Jadilah Madinah kota yang gelap. Terakhir aku melihat Rosulullah saw pada hari senen ketika tabir di kamarnya di buka, maka aku melihat wajahnya seperti kertas mushaf, para sahabat saat itu berdiri di belakang Abu Bakr melihatnya, hampir-hampir mereka bergejolak kalau saja Abu bakr tidak menenangkan mereka. Pada hari itulah Rosulullah saw wafat, maka tidaklah kami melihat pemandangan yang sangat mengherankan dari pada melihat wajah Rosulullah saw harus diuruk dengan tanah.
Adalah Rosulullah saw sering mendoakan Anas bin Malik. Di antara doanya :
اللهم ارزقه مالا وولداً ، وبارك له ً

Ya Allah berilah razqi kepadanya harta dan anak, dan berkahilah.

Dan sungguh Allah telah mengabulkan doanya, jadilah Anas orang yang kaya di kalangan Anshor, dan paling banyak keturunannya, sampai-sampai dia panjang umur dan hidup bersama cucu-cucunya lebih dari seratus orang. Dan umurnya mencapai seratus tahun lebih. Dan adalah Anas, sahabat yang sangat mengharapkan syafaat Rosulullah saw. pada hari qiyamat, sering sekali ia mengatakan :" Aku berharap dapat bertemu Rosulullah pada hari qiyamat dan mengatakan kepada Rsulullah saw. ya Rosul inilah saya yang dulu menjadi pembantumu.
Ketika Anas sakit menjelang kematiannya, dia berkata kepada keluarganya :"Tuntunlah aku untuk membacaa لا إله إلا الله ، محمد رسول الله ." Begitulah ia mengulang-ngulangnya sampai datang ajalnya. Beliau pernah berwasiat agar tongkat kecil milik Rosul dikuburkan bersamanya, maka diletakkanlah di antara lambungnya. Selamat bagi Anas, yang telah dikaruniai oleh Allah dengan berbagai macam kebaikan. Total masa hidup Anas bersama rosulullah saw selama sepeuluh tahun. Beliau berada di ranking ketiga di dalam meriwayatkan hadits, setelah Abu Huroiroh dan Abdullah bin Umar. Semoga Allah membalasnya dan ibunya atas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan.

ADABUT TILAWAH

ADABUT TILAWAH
Kode: 1A1.1 I Sarana: Taujih, Penugasan

TUJUAN INTRUKSIONAL

Setelah mendapatkan materi ini peserta dapat:
1. Mengetahui kedudukan Al Qur an sebagai kalamullah yang harus dimuliakan
2. Mengetahui adab adab yang harus dipelihara selama membaca al Qur'an
3. Komitmen dengan adab adab tilawah di saat membaca Al Quran

TIT1K TEKAN MATER1

Dengan komitmen terhadap adab adab tilawah maka akan terbentuk shalimul aqidah dalarn diri seseorang (2: 11) Perlu djjelaskan tujuan di turunkannya AI Qur'an.

Materi ini menjelaskan akan gambaran bagaimana kemuliaan AI Qur'an sebagai kalamullah sekaligus petunjuk bagi manusia. Karenanya, membaca AI Qur'an harus sesuai dengan adabnya. Antara lain, suci dan hadats besar dan kecil, tilawah sesuai makhrajnya, berupaya mengerti isinya, dan mentadabburinya. Perlu dijelaskan tentang sikap para salafush shalih dan adab adab mereka ketika membaca AI Qur'an.

POKOK POKOK MATERI,
1. Tujuan diturunkannya Al Qur'an
2. Dalil dalil hadits Nabawi tentang adab membaca Al Qur'an
3. Hadits tentang perumpamaan manusia dalam menerima ilmu (lihat Bukhari: Keutamaan orang yang mengajar)
4. Sikap para salafush shalih ketika membaca Al Qur'an

TEKNOLOG1 PEMBELAJARAN
Berikan prolog bahwa pada saat ini terjadi kesenjangan antara kaum muslimin dengan AI Qur'an. AI Qur'an hanya dibaca ketika orang akan meninggal misalnya. Atau, AI Qur'an yang hanya diperlombakan Pembacaannya. Sementara di sisi lain, tidak diterapkan isinya. Untuk mengembalikan fungsi Al Qur'an maka harus diperkenalkan dan diterapkan adab-adab yang harus dilakukan ketika membaca al Qur'an.


MARAJI
Imam, An Nawawi, Kitab Riyadhus shalihin, Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Said Hawwa, Mensucikan Jiwa, At tibyan fi adab hamalatil Qur'an Sayyid Quthb, Mukadimah Zhilal, Bahi Al Khuli Tadzkiratud Du'ah,


Muqaddimah

Generasi pertama Islam adalah generasi yang dikenal dengan sebutan "generasi Qur'ani". Mereka adalah generasi yang sangat sadar bahwa perubahan besar baru akan terjadi dalam diri mereka ketika mereka berinteraksi secara total dengan Al Qur'an. Tentu saja interaksi total baru dapat dilakukan ketika mereka memiliki tashawur (persepsi) yang utuh (kamil) dan jelas (wadhih) tentang Al Qur'an. Bagi mereka Al Qur'an adalah pedoman hidup mereka yang sangat mereka sadari bahwa al Qur'an merupakan karunia yang amat besar yang diberikan Allah kepada mereka setelah mereka mendapatkan karunia Islam. Al Qur'an lah yang merupakan kitab yang mereka jadikan guide line (Marja') hidup mereka. Sayyid Qutb mengatakan:

…. Al Qur'anlah satu-satunya sumber tempat pengambilan mereka, standard yang menjadi ukuran mereka dan tempat dasar mereka berpikir. Hal itu terjadi bukan karena manusia di zaman itu tidak mempunyai peradaban, atau pengetahuan, atau ilmu, atau buku, atau studi. Bukan! Waktu itu ada kebudayaan Romawi, pengetahuan, buku dan hukum Romawi, yang sampai sekarang masih dihayati di Eropa, atau kelanjutannya masih dihayati Eropa. Juga terdapat bekas-bekas peninggalan peradaban, logika, falsafat, dan kesenian Yunani kuno. Dan sampai sekarang masih tetap merupakan sumber pemikiran Barat. Juga ada peradaban Persia, dengan seninya, sasteranya, dongengnya, kepercayaannya dan juga sistem pemerintahannya…..

Di bagian lain Sayyid Qutb mengatakan:

…. Generasi pertama itu, memandang Al Qur'an bukan untuk tujuan menambah pengetahuan atau memperluas pandangan. Bukan untuk tujuan menikmati keindahan sasteranya, dan menikmati rasa nikmat yang ditimbulkannya. Tidak ada di antara mereka yang mempelajari Al Qur'an untuk menambah perbendaharaan ilmu hanya karena ilmu saja. Bukan untuk menambah perbendaharaannya dalam masalah ilmu pengetahuan dan ilmu fiqh. Sehingga otak mereka menjadi penuh.

Mereka mempelajari Al Qur'an untuk menerima perintah Allah tentang urusan peribadinya, tentang urusan golongan dimana ia hidup, tentang persoalan kehidupan yang dihidupinya, ia dan golongannya. Ia menerima perintah itu untuk segera dilaksanakan setelah mendengarnya. Persis sebagaimana perajurit di lapangan menerima "perintah harian"nya untuk dilaksanakan segera setelah diterima.

Wajar saja jika kemudian generasi pertama itu merasakan nikmatnya hidup di bawah naungan Al Qur'an. Kesadaran dan pemahaman yang benar terhadap Al Qur'an itu membuat mereka tidak mau melepaskan hubungan diri dengan Al Qur'an.

Di antara cara mereka berhubungan dengan Al Qur’an adalah dengan membacanya. Bagi mereka membaca adalah kebutuhan. Membaca al Qur’an tidaklah sama dengan membaca kitab lainnya.

Adab-adab

Oleh karena al Qur’an adalah kalamullah, maka dalam membacanya harus dengan memperhatikan beberapa persyaratan yang harus dilakukan. Di antaranya harus melakukan persyaratan ruhiyah dalam membacanya. Di antara persiapan ruhiyah yang harus dilakukan adalah:
1. Memahami sumber firman; memahami keagungan dan ketinggian firman, karunia Allah dan kasih sayang-Nya kepada makhluk dalam menurunkan al Qur’an dari ‘Arsy kemuliaan-Nya ke derejat pemahaman makhluk-Nya.
2. Ta’zhim (mengagungkan mutakallimin {Allah}); seorang pembaca harus menghadirkan dalam hatinya keagungan Allah (al-Mutakallimin), dan mengetahui bahwa apa yang dibacanya bukanlah pembicaraan manusia. Dan untuk membaca kalam Allah merupakan hal yang sangat penting. Allah berfirman “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (al-Waqi’ah,:79). Harus diketahui bahwa ta’zimul kalam sama dengan ta’zimul mutakallimin. Sementara keagungan mutakallimin tidak akan bisa terhadirkan selagi tidak terpikirkan sifat-sifat, kemuliaan, dan amal perbuatan-Nya.
3. Kehadiran hati dan meninggalkan bisikan jiwa. Dalam surat Maryam,:12 dikatakan “Wahai Yahya, ambillah kitab dengan kekuatan”. Adapun makna al Quwwah adalah dengan konsentrasi penuh, sungguh-sungguh dan serius. Oleh karenanya seseorang dalam membaca al Qur’an haruslah dengan konsentrasi, sungguh-sungguh, dan serius. Itulah sebabnya dalam mengawali membaca al Qur’an seseorang dianjurkan untuk isti’azah.
4. Tadabbur. Menurut Sa’id Hawwa, tadabbur yaitu sesuatu di luar ‘kehadiran hati’, karena bisa jadi ia tidak berpikir tentang selain al Qur’an tetapi hanya mendengarkan al Qur’an dari dirinya sendiri padahal ia tidak mentadabburinya. Untuk tadabbur, disunnahkan dalam membaca al Qur’an dengan tartil. Sebab dengan tartil secara zhahir akan memungkinkan tadabbur dengan batin. Ali ra berkata
لا خير فى عبادةٍ لا فقه فيها ولا فى قراءة لا تدبر فيها
yang artinya “tidak ada kebaikan pada ibadah yang tanpa pemahaman di dalamnya dan tidak ada kebaikan dalam tilawah yang tidak ada tadabbur di dalamnya.”
Untuk melakukan tadabbur seseorang dapat membaca satu ayat berulang-ulang.
5. Tafahum (memahami secara mendalam). Maksudnya adalah mencari kejelasan dari setiap ayat secara tepat. Ibn Mas’ud pernah mengatakan “Barangsiapa menghendaki ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian maka hendaklah ia mendalami al Qur’an.”
6. Meninggalkan hal-hal yang dapat mengurangi pemahaman. Oleh karena seseorang tidak dapat memahami makna al Qur’an karena beberapa sebab dan penghalang yang dipasang syetan di dalam hati mereka; sehingga mereka tidak dapat memahami berbagai keajaiban rahasia al Qur’an. Adapun penghalang dimaksud adalah pertama, perhatiannya tertuju pada penunaian bacaan huruf-hurufnya saja, sehingga perenungannya hanya terbatas pada makharijul huruf. Hal ini menyulitkannya untuk mengungkap makna-maknanya; kedua taqlid kepada mazhab yang didengarnya, terpaku dan fanatik padanya, sehingga hanya mengikuti apa yang didengarnya tanpa berusaha memahami dengan bashirah dan musyahadah; ketiga, terus menerus dalam dosa dan sombong atau secara umum terjangkiti penyakit syahwat. Tentu saja ini menimbulkan karat hati yang tebal sehingga sulit baginya menerima hidayah; keempat, karena telah membaca “tafsir zhahir” dan meyakini tidak adanya makna lain kecuali apa yang sudah disebutkan oleh para imam Tafsir seperti Ibn Abbas, Mujahid dan semisalnya. Kemudian meyakini bahwa orang di luar itu sebagai penganut tafsir bi al ra’yi, sementara orang yang menafsirkan al Qur’an dengan pendapatnya sendiri (hawa nafsunya) adalah salah dan tempatnya adalah neraka. Tentu saja ini mempersulit bagi pembaca al Qur’an (khususnya pemula) untuk mencoba merenungkan makna al Qur’an.
7. Takhsihsh. Yaitu menyadari bahwa dirinya adalah sasaran yang dituju oleh setiap khitab (nash) yang ada dalam al Qur’an. Muhammad bin Ka’ab al Qurthuby berkata: “Orang yang telah sampai al Qur’an kepadanya sama dengan orang yang diajar bicara oleh Allah”. Apabila telah menyadari hal ini, maka ia tidak hanya mengkaji al Qur’an saja tetapi juga membacanya seperti seorang budak membaca surat tuannya yang ditulis kepadanya untuk direnungkan dan berbuat sesuai dengan isinya.
8. Ta’atsur (mengimbas ke dalam hati). Yaitu hatinya terimbas (terpengaruh) dengan imbasan yang berbeda sesuai dengan beragamnya ayat yang diyahatinya. Sesuai dengan pemahaman yang dicapainya demikian pula keadaan dan imbasan yang dirasakan oleh hati berupa rasa sedih, takut, harap dan lain sebagainya.
9. Taraqqi. Yakni meningkatkan penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan kalam dari Allah bukan dari dirinya sendiri. Karena derejat bacaan ada tiga:
 Derejat yang paling rendah, yaitu seorang hamba merasakan seolah-olah ia membacanya kepada Allah, berdiri di hadapan-Nya, sementara itu Dia menyaksikan dan mendengarkannya; sehingga dengan gambaran perasaan seperti ini ia dalam posisi selalu memohon, merayu, merendahkan diri dan berdo’a.
 Menyaksikan dengan hatinya seolah-olah Allah melihatnya dan mengajaknya bicara dengan berbagai taufiq-Nya, memanggilnya dengan berbagai ni’mat dan kebaikan-Nya; sehingga ia berada dalam posisi malu, ta’zhim, mendengarkan dan memahami.
 Melihat Mutakallimin dalam setiap kalam yang dibacanya, melihat sifat-sifat-Nya dalam kalimat-kalimat yang ada, sehingga ia tidak lagi melihat diri dan bacaannya, juga tidak melihat kepada keterkaitan pemberian ni’mat kepada dirinya bahwa dia telah diberi ni’mat, tetapi perhatiannya terkonsentrasi hanya kepada Mutakallimin, pikirannya tertambat pada-Nya, seolah hanyut dalam menyaksikan Mutakallimin sehingga tidak melihat kepada selain-Nya. Ini merupakan derejat Muqarrabin, sedangkan tingkat sebelumnya adalah derejat ash-habul Yamin. Di luar derejat tersebut adalah derejat al ghafilin.
10. Tabarriy. Melepaskan diri dari daya dan kekuatannya, dan memandang kepada dirinya dengan pandangan ridho dan tazkiyah. Misalnya ketika membaca ayat-ayatr janji dan sanjungan pada orang-orang shalih. Perasaannya langsung teringat pada orang-orang yang sudah memperoleh derejat dimaksud, dan ia berharap kepada Allah agar disusulkan oleh-Nya pada derejat dimaksud.

Itulah beberapa persiapan ruhiyah yang harus dilakukan para pembaca al Qur’an sebagaimana disebutkan oleh Sa’id Hawwa dalam buku yang berjudul al Mustakhlash Fi Tazkiyatil anfus.

Selanjutnya adalah adab yang berkaitan dengan zhahiriyah si pembaca. Dalam hal ini seorang pembaca harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Berkenaan dengan kondisi pembaca. Dimana dia harus dalam keadaan berwudhu’. Dalam membaca al Qur’an dapat dilakukan dengan duduk, menghadap qiblat dan menundukkan kepala; dengan tidak bersila, tidak bertelekan dan tidak duduk dalam keadaan sombong. Duduknya sendirian, seperti duduk di hadapan guru yang berwibawa.. Seutama-utama membaca al Qur’an adalah membacanya ketika berdiri (dalam sholat) di dalam masjid. Membacanya pada saar qiyamul lail lebih utama ketimbang pada siang hari. Hal ini karena pada malam hari pikiran dalam keadaan sangat bebas (dari urusan-urusan lain).
2. Berkenaan dengan banyaknya jumlah bacaan. Di antara yang dianjurkan dalam membacanya adalah sebagaimana dinyatakan dalam hadist Rasulullah saw yang berbunyi “Barangsiapa yang membaca al Qur’an dalam waktu kurang dari tiga hari, maka ia tidak memahaminya.” Hadits tersebut menunjukkan bahwa membaca al Qur’an secepat-cepatnya adalah tiga hari untuk sekali khatam. Dalam Ihya’ ‘Ulumuddin Imam al Ghazali menegaskan bahwa Nabi saw memerintahkan Abdullah ibn ‘Amr ra untuk menyelesaikan (mengkhatam) Al Qur’an dalam waktu tujuh hari. Demikian juga sekelompok sahabat menkhatamkan al Qur’an pada tiap hari Jum’at seperti Ustman, Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab ra. Dalam mengkhatam al Qur’an itu ada empat macam tingkatan, yaitu:
• Khatam dalam sehari semalam, ini dimaksudkan oleh sekelompok ulama
• Khatam dalam setiap bulan, setiap hari satu juz
• Dalam satu minggu sekali khatam
• Dalam satu minggu dua kali khatam, kurang lebih tiga hari..
3. Mengenai segi pembagian. Maksudnya adalah pola pembagian al Qur’an menjadi beberapa bagian untuk memudahkan dalam pembacaan. Seperti misalnya Ustman bin ‘Affan ra yang membaca pada malam Jum’at surat al Baqarah sampai surat al Maidah, pada malam Sabtu membaca surat al An’am sampai surat Hud, malam Ahad membaca surat Yusuf sampai surat Maryam, malam Senin membaca surat Thaha sampai Tha Sin Min Musa dan Fir’aun . Malam Selasa membaca surat al Ankabut sampai surat Shad, malam Rabu membaca surat as Sajdah sampai surat ar Rahman, Malam kamis ia menyelesaikan sisanya.
4. berkenaan dengan Tulisan. Hendaklah dipilih mushaf yang memudahkan dalam membacanya, khususnya dalam masalah khat. Sebaiknya dipilih yang bagus, tajam dan jelas. Dianjurkan pula tidak membaca mushaf yang masih asing khotnya.
5. Membaca dilakukan dengan perlahan dan jelas (Tartil). Ibn Abbas mengatakan: “Sungguh, membaca al Baqarah dan Ali Imran dengan tartil lebih saya sukai daripada membacanya secara keseluruhan dengan cepat. “ Iapun mengatakan “Membaca Idzadzulzilat.. dan al Qari’ah dengan tartil lebih aku sukai ketimbang membaca al Baqarah dan Ali Imran dengan cepat.” Harus diketahui bahwa disunnatkan tartil dalam membaca al Qur’an oleh karena lebih memudahkan perenungan terhadapnya dan lebih mudah memberikan ke dalam hati.
6. Menangis. Rasulullah saw bersabda “Bacalah al Qur’an dan menangislah, jika kamu tidak menangis, maka paksalah dirimu untuk menangis.” Dalam kesempatan lain dikatakan “Sesungguhnya al Qur’an itu diturunkan dengan kesedihan, maka bila kamu membacanya maka bersedihlah kamu.” Ibn Abbas berkata “Jika kamu membaca Sajdah Sunhana, maka janganlah kamu tergesa-gesa sujud sehingga kamu menangis. Jika mata salah seworang kamu tidak menangis maka hendaklah hatimu menangis. Sungguh jalan membebankan diri untuk menangis adalah dengan jalan hatinya mendatangkan kesedihan, dari sedih itu timbullah tangis.”
7. Memenuhi hak ayat-ayat al Qur’an yang dibaca. Maksudnya adalah ketika ia menjumpai ayat yang membutuhkan sujud, maka hendaklah ia sujud. Atau ketika membaca ayat-ayat azab segera mohon perlindungan kepada Allah, dan ketika membaca ayat-ayat nikmat memohon kepada Allah agar iapun diberikan nikmat tersebut.
8. Berkenaan dengan doa sebelum dan sesudah membaca al Qur’an. Di awal bacaan hendaklah dibaca:
اعوذ بالله السميع العليم من الشيطان الرجيم, رب اعوذبك من همزات الشياطين و اعوذبك رب ان يحضرون
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi maha Melihat, dari godaan syetan yang terkutuk, Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari bisikan syetan dan dari kedatangannya kepadaku.”

Selanjutnya pembaca dianjurkan membaca surat Muawwadzatain dan al Fatihah. Sementara pada saat menutup bacaan dianjurkan untuk membaca:

صدق الله تعالى و بلّغ رسولالله صلعم اللهم انفعنا به و بارك لنا فيه الحمد لله رب العالمين و استغفراللهَ الحيَّ القيُّوْمَ
“Maha Benar Allah, Yang Maha Tinggi atas Firman-Nya dan yang mengutus Rasul Saw kepada kami, Ya Allah berilah manfaat dan keberkahan dengan al Qur’an ini kepada kami. Segala puji sanjung bagi Allah, Tuhan semesta alam, aku memohgon ampun kepada Allah yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya).”
9. Berkenaan dengan mengeraskan bacaan Al Qur’an. Dianjurkan dalam membaca agar terdengar, minimal oleh si pembaca sendiri. Seedangkan tentang bacaan yang sampai didengar orang banyak, terdapat perbedaan dalam menyikapinya. Jika bacaan dengan maksud mendapatkan pujian orang banyak, tentu sangat dilarang karena dapat menjadi riya. Namun jika tanpa riya, di dalamnya bukan tidak mungkin terdapat kebaikan, di antaranya adalah:
a) Dengan bacaan yang keras akan dapat melibatkan aktifitas lain yang lebih banyak
b) Manfaatnya juga bisa diambil oleh orang lain
c) Bacaan keras akan mampu membangkitkan hati pembaca sendiri, dan menyatukan perhatiannya untuk merenungkan makna-makna al Qur’an serta mengarahkan pendengaran kepada bacaan
d) Dapat menghalau kantuk dan mengangkat suara
e) Dapat menambah semangat dan mengurangi malas
f) Bisa membangunkan orang yang sedang tidur
g) Dapat membangkitkan semangat orang yang semula hanya mendengar atau melihat.

10.Membaguskan dan mentartil bacaan dengan cara mengulang-ulang suara tanpa pemanjangan yang keterlaluan dan tanpa merubah susunan. Rasulullah saw bersabda: “Hiasilah al Qur’an dengan suaramu”. Beliau Saw juga bersabda: “Bukan dari golongan kami orang yang tidak melagukan al Qur’an.”

Itulah beberapa adab lahir yang selayaknya dilakukan oleh para pembaca al Qur’an yang menginginkan mendapat pahala dan manfaat darinya. Semoga Allah memberi kemudahan kepada kita untuk membaca al Qur’an dengan sebenar-benarnya.

Syarat-syarat Diterimanya Syahadat

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS. Al Hujurat: 15)
Dua kalimat syahadat merupakan pintu gerbang ajaran Islam. Mereka yang memasukinya berarti mereka memproklamirkan dirinya sebagai muslim. Pernyataan diri sebagai muslim menuntut memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dengan kalimat syahadat ini berarti mereka perlu pemahaman yang mendalam tentangnya. Memahaminya akan menghantarkan manusia kepada syurga. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW. "Barangsiapa yang mati sedang ia mengetahui bahwa tiada ilah selain Allah, maka ia masuk syurga.".(HR Muslim). Tetapi kalimat ini tidak akan memberikan kebaikan kepada manusia hanya dengan mengulang-ulang pengucapannya atau menghafal lafaz-lafaznya. Karena kalimat ini bukanlah bak mantra-mantra sihir yang ketika dibacanya akan memberikan pengaruh meskipun tanpa mengetahui makna yang diucapkannya. Akan tetapi kalimat ini memiliki konsekwensi pemenuhan syarat-syaratnya. Wahab bin Munabbih pernah ditanya: "Bukankah laa ilaaha Illallah merupakan pintu syurga?” Kemudian Wahab menjawab, "Benar", tetapi tidak ada kunci kecuali ia mempunyai gigi-gigi. Apabila engkau datang sambil membawa gigi-giginya, maka syurga akan dibukakan untukmu. Kalau tidak, maka syurga tidak akan dibukakan untukmu”. Yang dimaksud gigi-gigi di sini adalah syarat-syarat diterimanya laa ilaaha Illallah.
Dengan demikian syahadat sebagai rukun pertama ajaran Islam ini menjadi syah manakala mereka yang mengucapkannya memenuhi syarat-syaratnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Pengetahuan di sini adalah mengetahui makna yang dimaksudkan dari kalimat syahadat tersebut. Ada dua hal penting di dalamnya, yaitu sesuatu yang dinafikan (ilaah) dan yang ditetapkan (Allah). Dengan mengetahuinya secara tepat dan benar dapat menangkal kebodohan. Oleh sebab itu memiliki pengetahuan tentang syahadat menjadi tuntutan ajaran ini agar dapat mengamalkannya dengan baik. Sedang kebodohan atau ketidak mengertian makna kalimat syahadat dapat menjadi penghambat pengamalannya. Mughirah bin Syu’bah sebelum mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Ia mengetahui betul arti kalimat itu. Malah ia meprediksi bahwa dengan kalimat itu Rasulullah SAW. akan dimusuhi komunitas Arab dan Non Arab. Firman Allah, " Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu." [QS. Muhammad:19].
2. Penerimaan
Maksudnya, menerima apa yang dituntut oleh kalimat ini dari hati secara bulat menerima nilai-nilai serta kandungan yang terdapat dalam kalimat syahadat. Menerima segala tuntutan maupun resikonya yang pahit. Bilal bin Rabah ra. menerima semua akibat dari kalimat syahadat yang ia ucapkan. Meski diseret-seret di padang pasir, dijemur pada teriknya sinar matahari, ditindih badannya dengan batu besar ataupun bentuk resiko lainnya. Tidak ada keberatan dan tanpa ada rasa terpaksa sedikit pun. Perilaku keimanan yang terpancar dari pengetahuannya akan selalu menerima secara total keputusan dari Allah dan Rasul-Nya.. Penerimaan yang mutlak tanpa reserve dapat menangkal sikap pembangkangan. Allah mengkisahkan kabar generasi masa lampau tentang keselamatan bagi yang menerima Laa ilaha Illallah dan siksaan bagi orang yang menolak. “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya). Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan azab yang pedih. (QS. Ash Shaffat: 35 – 38).
3. Keyakinan
Maksudnya orang yang mengucapkan kalimat tauhid harus yakin terhadap pengertian yang terdapat didalamnya dengan sepenuh hati. Sebab keimanan tidak dapat dilandasi oleh praduga dan prasangka [QS. Al Hujurat:15]. Yakin terhadap yang diucapkan membawa dirinya pada sikap istiqamah sedangkan keragu-raguan akan menimbulkan kemunafikan. Iman yang benar tidak bercampur dengan keraguan. Dengan itu akan akan menjadi ringan dalam memberikan pengorbanan untuk memperjuangkan Islam. Adanya rasa keyakinan dapat menangkal keraguan. Rasulullah SAW bersabda: “Saya bersaaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasul Allah. Dengan dua kesaksian ini dan tidak ragu-ragu tentang keduanya, seorang hamba tidak akan bertemu Allah kecuali ia masuk surga” (HR Muslim dari Abu Hurairah ra.)
4. Keikhlasan
Keikhlasan merupakan dasar yang paling kukuh dalam pelaksanaan syahadat. Karena ia menjadi bagian dari pengamalan ibadah kepada Allah SWT. Memurnikan amalan ibadah dilakukan dengan niat yang baik dan benar. Keikhlasan dapat melepaskan atau menangkal dari berbagai bentuk syirik [QS. Az Zumar: 3]. "Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah secara mumi dari hatinya." [HR Bukhari] "Sesungguhnya Allah mengharamkan api neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaaha Illallah, yang dengan ucapannya itu ia hendak mengharapkan wajah Allah Azza wa Jalla." [HR Muslim]
5. Kejujuran
Maksudnya ia harus mengucapkan kalimat tauhid itu dari sanubarinya dengan jujur dan benar tanpa dicampuri sedikit pun kebohongan. Kejujuran akan menimbulkan ketaatan dan kebohongan akan menimbulkan kemaksiatan dan pengkhianatan. Bahkan kejujuran dapat menafikan kedustaan dan kemunafikan. Ia membuktikan ikrarnya dengan amal nyata dalam kesehariannya. Perbuatannya seperti yang diucapkannya. Ucapannya keluar dari keyakinan dalam hatinya. Semua terpancar dalam kejujuran sikapnya terhadap kalimat syahadat tersebut. [QS. Al Ankabut:1-3]. "Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulnya dengan sebenarnya dari hati, melainkan Allah mengharamkan neraka baginya." [HR Bukhari dari Muadz bin Jabal]
6. Kecintaan
Ucaran laa ilaha Illallah tidak akan berarti bila tak disertai dengan segenap rasa cinta dalam mengamalkannya. Kecintaan sebagai ungkapan rasa suka yang melapangkan dada. Dengan rasa cinta segala beban akan ringan segala yang sulit menjadi mudah. Ia merupakan unsur yang sangat penting, karena untuk menegakkan kalimat tauhid ini diperlukan pengorbanan lahir dan batin. Cinta dan pengorbanan merupakan dua ikatan yang tidak dapat dipisahkan [QS. Al Baqarah:165]. Kecintaan dapat menafikan kebencian. Hubaib bin Ady ra. adalah sosok yang menggambarkan bentuk kecintaan dan pengorbanan sebagai konsekwensi dari kalimat syahadat yang ia yakini. Ia tidak rela bila Rasulullah SAW. mengalami kesulitan dan ia lebih memilih dirinyalah yang akan menanggung segala kesulitan tersebut karena cintanya pada Rasulullah SAW.
"Tiga perkara barang siapa yang berada di dalamnya, maka akan mendapatkan kenikmatan dan manisnya iman, atau menjadikan Allah dan Rasulnya lebih dicintai daripada semua cintanya selain kepada keduanya, seseorang mencintai yang lain, ia tidak mencintainya melainkan karena, Allah; dan menolak kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia menolak untuk dilemparkan ke dalam api neraka.” [HR Bukhari]
7. Kepatuhan
Maksudnya tunduk patuh dan berserah diri kepada apa yang ditunjukkan serta apa yang dinafikan atau terus mengikuti dan terikat pada kalimat ini. Mukmin yang komitmen pada keyakinannya akan mematuhi ketentuan yang digariskan kepadanya. Ia akan tunduk pada ketentuan itu dengan ridha dan lapang hati. [QS. Luqman: 22]. Ketundukkan dapat menangkal penolakan. "Tidak beriman di antara kamu sehingga menjadikan kecenderungannya mengikuti apa yang kubawa." (Al Hadits).
(Drs. DH. Al Yusni)

HAJATUL INSAN ILA RASUL

HAJATUL INSAN ILA RASUL


Objektif

1. Memahami bahawa fitrah manusia memerlukan keyakinan tentang kewujudan Pencipta, beribadah kepadaNya dan memiliki kehidupan yang teratur.
2. Memahami bahawa petunjuk Rasul adalah satu-satunya jalan untuk mencapai Iman.

Sinopsis

Setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan fitrah, dimana manusia bersih, suci dan mempunyai kecenderungan yang baik dan ke arah positif iaitu ke arah Islam. Fitrah manusia diantaranya adalah mengakui kewujudan Allah sebagai pencipta, keinginan untuk beribadah dan menghendaki kehidupan yang teratur. Fitrah demikian perlu diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari melalui petunjuk Al-Qur’an (Firman-firman dan panduan dari Allah SWT) dan panduan sunnah (sabda Nabi dan perbuatannya). Semua panduan ini memerlukan petunjuk dari Rasul khususnya dalam mengenal pencipta dan sebagai panduan kehidupan manusia. Dengan cara mengikuti panduan Rasul kita akan mendapati ibadah yang sohih.

Hasyiah

1. Al Insan.
Sarahan :
• Al Insan (manusia) adalah ciptaan Allah SWT yang diberikan banyak kelebihan dan keutamaan dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya.
• Di antara kelebihan manusia adalah fitrah. Agama Allah yang dijadikanNya kepada manusia sesuai dengan fitrahnya.
Dalil :
• Q.30:30, Manusia diciptakan sesuai dengan fitrahnya.


2. Fitrah.
Sarahan :
• Fitrah yang ada pada manusia dapat menilai baik buruk tingkah laku masyarakat ataupun dirinya. Ini disebabkan karena fitrah dimiliki oleh manusia semenjak ia lahir, samada dilahirkan oleh ibu bapa kafir ataupun jahiliyah. Kecenderungan yang baik senantiasa membawa manusia ke arah Islam seperti pengakuannya kepada Allah sebagai pencipta (Rab). Perubahan fungsi dan peranan fitrah ini terjadi karena pengaruh persekitaran termasuk pengaruh ibu bapa ataupun lingkungan sosial. Yang menjadikan manusia berubah dari fitrah kepada nasrani, yahudi dan majusi juga disebabkan oleh pengaruh ibu bapanya.
• Fitrah dapat dijadikan sebagai saksi bagi segala perbuatannya. Fitrah manusia sudah dibekali oleh Allah SWT dengan nilai-nilai semula jadi yang dapat menilai suatu tingkah laku. Beberapa fitrah manusia adalah keinginan manusia untuk mengabdi kepada Kholiq, mengakui keberadaan Allah SWT sebagai Kholiq dan keinginan manusia untuk hidup teratur.

Dalil :
• Q.30:30, Hadits : “Setiap anak dilahirkan atas fitrahnya, kemudian ibu bapanya yang menjadikan anak yahudi, majusi dan nasrani”.
• Q.75:14, manusia menjadi saksi ke atas dirinya sendiri.
• Q.27:14, hati mereka meyakini walaupun mengingkari.


3. Wujudul Kholiq.
Sarahan :
Kewujudan pencipta merupakan sesuatu yang tak dapat diingkari. Manusia pada dasarnya mengakui perkara ini. Allah sebagai pencipta (Rab) di dalam Al-Qur’an diakui oleh orang kafir sekalipun. Perjanjian manusia ketika di dalam rahim ibunya juga menyatakan bahawa “alastu birobbikum, qolu bala syahidna”. Manusia menerima Allah sebagai Rab. Begitupun ketika Qurays ditanya berkaitan dengan pencipta langit, bulan, bintang dan sebagainya, maka dijawab Allah. Hal ini menunjukkan bahawa Allah sebagai Rab diakui dan diiktiraf oleh manusia tetapi tidak semuanya yang mengakui Allah sebagai Ilah.
Dalil :
• Q.23:83-90, apabila ditanya kepada orang kafir jahiliyah siapakah yang mempunyai bumi dan orang yang diatasnya, siapakah yang mempunyai tujuh langit ? maka jawabannya adalah Allah.
• Q.7:172, apakah aku Rab kamu, mereka berkata ya kami menyaksikannya.


4. Ibadatul Kholiq.
Sarahan :
Manusia secara umum mendapat arahan dari Allah SWT untuk mengabdi kepadaNya. Pengabdian kepada Allah adalah sebagai hasil dan akibat dari pengakuan kita kepada Allah sebagai pencipta. Mengakui Pencipta berarti mengakui apa yang disampaikanNya, menerima arahanNya, menjalankan Undang-undangNya dan sebagainya. Usaha-usaha ini adalah bahagian dari bentuk pengabdian kita kepada Allah SWT.
Dalil :
• Q.2:21, Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu.


5. Hayatul Munadhomah.
Sarahan :
Petunjuk dari Allah adalah untuk memandu manusia ke arah yang baik. Semua arahan dan bimbingan dari Allah SWT adalah baik bagi manusia yang diciptakanNya karena sesuai dengan fitrah manusia. Allah sebagai pencipta tahu mengenai ciptaannya secara pasti sehingga Allah dapat memberikan panduan yang juga tepat bagi manusia. Tanpa petunjuk berarti hidup manusia menjadi tidak teratur dan tanpa arah tujuan, ia mengikuti hawa nafsunya sahaja yang tidak jelas kemana pergi. Mereka akan tersesat di jalan yang tidak benar.
Dalil :
• Q.28:50, mengikuti panduan Allah menjadi hidup teratur, manakala tidak mengikuti Allah berarti mengikuti hawa nafsu dan menjadi sesat (tidak teratur hidupnya).


6. Hidayatur Rasul.
Sarahan :
Jika kita hendak mengikuti perintah Allah maka kita mesti mengikuti perintah Rasul. Apabila kita ingin mengasihi Allah maka kita perlu petunjuk Rasul. Kaedah ini adalah kaedah yang Rabbani dibawa oleh Islam. Oleh karena itu syahadatain pun terdiri dari pengakuan kepada dua iaitu Allah dan RasulNya. Mengikuti petunjuk Rasul berarti kita mengikuti jalan agama Allah yang mempunyai langit dan apa-apa yang dibumi.
Dalil :
• Q.3:31, jika mencintai Allah maka ikuti Rasul.
• Q.43:53, mengembalikan semua urusan kepada Allah.
• Q.36:1-2, Al-Qur’an yang berhikmah.


7. Ma’rifatul Kholiq.
Sarahan :
Petunjuk Rasul digunakan untuk mengenal Allah. Mengenal Allah juga dapat dilakukan dengan cara memperhatikan dan memikirkan alam sebagai penciptaanNya. Melihat gunung-gunung, hewan dan sebagainya merupakan cara untuk mengenal Allah secara ayat Kauniyah.
Dalil :
• Q.31:10, Allah menciptakan langit, gunung, hewan dan sebagainya.
• Q.43:53, mengembalikan semua urusan kepada Allah.
• Q.36:1-2, Al-Qur’an yang berhikmah.


8. Minhajul Hayah.
Sarahan :
• Petunjuk Rasul juga digunakan untuk mengamalkan Islam yang benar dan yang diredhai oleh Allah SWT. Rasul sebagai ikutan dan teladan yang baik untuk diikuti dalam mengamalkan Islam secara benar.
• Panduan hidup melalui Islam mesti diamalkan mengikuti teladan kita kepada Rasul.
Dalil :
• Q.33:21, Rasul sebagai teladan yang baik.
• Q.3:19, Islam sebagai dien yang Allah redhai.
• Q.3:85, orang yang merugi apabila tidak mengamalkan Islam.


9. Ibadatul Shohih.
Sarahan :
Ibadah sohih adalah ibadah yang menyembah Allah dengan panduan mengikuti Rasul. Rasul sebagai penerima wahyu dari Allah perlu diikuti dan sebagai keperluan bagi kita untuk menjadikannya sebagai model dan petunjuk dalam menjalankan ibadah yang benar.
Rasul sebagai manusia yang mendapat lesen dari Allah SWT untuk mengembangkan dan menyebarkan nilai-nilai Islam secara sah dan tepat. Allah telah menyebutkan pada banyak ayat yang menyatakan bahawa Rasul diberi wahyu dan diberi tugas untuk menyampaikannya kepada manusia.

Dalil :
• Q.21:25, Rasul diberi wahyu yang menyebutkan bahawa tiada tuhan selain Allah oleh itu sembahlah Allah.


Ringkasan Dalil :

• Insan - fitrah (75:14, 27:14)
• Kewujudan Pencipta (23:83-90)
• Mengabdi pada sang Pencipta (2:21)
• Hidup yang teratur (28:50)
• Petunjuk Rasul (36:1-2, 42:53, 3:31)
• Mengenal Pencipta yang Haq (31:10, 3:191)
• Panduan hidup (3:19,85, 33:21)
• Beribadah yang benar (21:25)