Jumat, 29 Februari 2008

IKHLASUNNIYAH

2. IKHLASUNNIYAH

TUJUAN

 Peserta memahami makna ikh1asunniyah baik secara bahasa maupun istilah.
 Peserta memahami pentingnya ikhlasunniyah dalam beramal.
 Peserta mengetahui cara-cara untuk menumbuhkan niat yang ikh1as.
 Peserta termotivasi untuk mempunyai niat yang ikhlas dalam beramal sehingga bernilai ibadah.

METODE PENDEKATAN

 Ceramah dan diskusi

RINCIAN BAHASAN

Makna ikhlasunniyah


• Secara bahasa: - Ikhlas berasal dari kata khalasha yang berarti bersih/ murni.
- Niyat berarti Al-qoshdu, artinya maksud/tujuan.
• Secara istilah: Ikhlashunniyat berarti membersihkan maksud dan motivasi kepada Allah dari maksud dan niat lain. Hanya mengkhususkan Allah Azzawa Jalla sebagai tujuan dalam berbuat.

Perintah Allah untuk ikhlas dalam beramal: QS. 98:5, 7:29, 18:110.

Pentingnya Ikhlasunniyah


a) Merupakan ruhnya amal
b) Salah satu syarat diterimanya amal. “Allah Azza wa Jalla tidak menerima amaI kecuaIi apabila dilaksanakan dengan ikhlas dalam mencari keridhaan-Nya semata”. (HR Abu Daud dan Nasa'i).
Syarat diterimanya amal atau perbuatan :
• Bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya
• Ikhlas dalam berniat
• Sesuai dengan syariat Islam (Al-Qur’an dan Sunnah)
c) Penentu nilai/kualitas suatu amal [4:125]. "Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niat, dan bahwasannya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niiatkan. Maka barang siapa hijrah menuju (ridha) Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Barang siapa yang hijrah karena dunia (harta atau kemegahan dunia), atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya." (HR Bukhari Muslim)
d) Mendatangkan berkah dan pahala dari Allah [2:262, 4:145-146].

Cara-cara untuk menumbuhkan niat yang ikhlas


1. Menyerahkan segala datanya hanya kepada Allah, rasul dan akhirat.
2. Memerangi kesenangan hawa nafsu dunia.
3. Menyadari bahwa segala aspek kegiatan seorang muslim adalah ibadah [2:21, 51:56].

REFERENSI
• Imam Al-Ghazali, Ibnu Rajab Al-Hambali & Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Pembersih Jiwa, Pustaka.
• Ibnu Taimiyyah, Etika Beramar Ma'ruf Nahi Munkar, GIP.
• Panduan Aktivis Harokah, hal. 42, Al-Ummah.


ALOKASI WAKTU

Langkah Uraian Waktu
Pembukaan Mentor menyampaikan pengantar dan tujuan materi 5’
Ceramah Mentor menyampaikan rincian bahasan 40’
Diskusi Mentor memberikan kesempatan untuk diskusi dan tanya jawab 10’
Penutup Mentor menyimpulkan isi materi dan menutupnya dengan doa 5’




Kamis, 28 Februari 2008

ILMU ALLAH

ILMU ALLAH

Sarana: Halaqah

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mendapatkan materi ini, maka kader dapat:
• Memahami bahwa Allah SWT adalah sumber ilmu dan pengetahuan
• Menyadari bahwa Allah SWT memberikan nilmu melalui dua jalan: resmi dan tidak resmi.
• Mengetahui fungsi ilmu Allah SWT yang tidak resmi sebagai wasailul hayah
• Mengetahui fungsi ilmu Allah SWT yang resmi sebagai minhajul hayah.

TITIK TEKAN MATERI

Allah SWT telah menciptakan dan menjadikan alam ini seluruhnya lengkap dengan sistem yang menyeluruh. Antara satu sama lain ada perakitan dan manfaatnya sendiri. Allah SWT yang menjadikan semua isi alam ini dari yang sekecil-kecilnya hingga yang paling besar, yang nyata dan yang ghaib. Dari sifat pengetahuan Allah SWT yang Maha Mengetahui inilah, sehingga Allah SWT menjadi sumber ilmu.
Dengan ilmu Allah SWT tersebut, kemudian Dia mengajar manusia terhadapo apa-apa yang tidak diketahui menjadi diketahuinya. Ada ilmu Allah SWT yang diturunkan secara resmi kepada Rasul-Nya dan ini kemudian menjadi pedoman hidup (minhajul hayah).
Ada ilmu Allah SWT yang diturunkansecara tidak resmi dan ini menjadi sarana hidup (wasailul hayah).
Kedua ilmu tersebut sangat bermanfaat untuk memeproleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Islam mendorong kaumnya untuk menguasai ilmu dunia dan ilmu akhirat.
“Barangsiapa menginginkan dunia maka ada ilmunya. Barangsiapa menginginkan akhirat maka ada ilmunya. Barangsiapa menginginkan keduanya, maka diperlukan ilmu keduanya” (Al Hadits).
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PEMBAHASAN
Dalam asmaul husna Allah SWT disebut sebagai Al ‘Alim (Yang Maha Mengetahui).
Bahwasanya ilmu Allah SWT tidak terbatas. Dia mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, yang dahulu, sekarang ataupun besok, baik yang ghaib maupun yang nyata:
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi..”(Al Hajj:70)
“Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al Hasyr:22)
Tak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah SWT. Sebutir biji di dalam gelap gulita bumi yang berlapis tetap diketahui Allah SWT:
“Di sisi-Nya segala anak kunci yang ghaib, tiadalah yang mengetahui kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiada gugur sehelai daun kayu pun, melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada sebuah biji dalam gelap gulita bumi dan tiada pula benda yang basah dan yang kering, melainkan semuanya dalam Kitab yang terang” (Al An’am:59)
Ilmu Allah SWT maha luas, tak terjangkau dan tak terbayangkan oleh akal pikiran, tiada terbatas. Dia mengetahui apa yang sudah, dan akan terjadi serta yang mengaturnya. Manusia, malaikat, dan makhluq manapun tak akan bisa menyelami lautan ilmu Allah SWT. Bahkan untuk mengetahui ciptaan Allah saja manusia tidak akan mampu. Dalam tubuh manusia tak semuanya terjangkau oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin didalami semakin jauh pula yang harus dijangkau, semakin banyak misteri yang harus dipecahkan, seperti jaringan kerja otak manusia masih merupakan hal yang teramat rumit untuk dikaji. Belum lagi tentang astronomi, berapa banyak bintang, galaksi di langit, berapa jauhnya, bagaimana cara mencapainya, proses terjadinya, apakah ada penghuninya, dsb. Jika kita menatap ke luar angkasa betapa kecil bumi ini bagaikan debu bahkan lebih kecil dari itu. Andaikan saja ada manusia yang menguasai planet bumi sebagai miliknya pribadi, maka di hadapan alam di ruang angkasa ini dia hanyalah memiliki debu tak berarti. Jika saja ada manusia menguasai bumi, dia hanya menguasai debu. Sementara kekuasaan, kerajaan Allah SWT tak akan tertandingi sedikitpun jua.
Allah SWT menggambarkan betapa kecil dan tak berdayanya manusia bila dibandingkan dengan ilmu Allah SWT, dengan perumpamaan air laut bahkan tujuh lautan dijadikan tinta untuk menulis kalimat Allah SWT, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat Allah tersebut dituliskan:
”Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelumhabis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula” (Al Kahfi:109)
“Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Luqman:27).
Allah SWT telah menciptakan langit dan bumi dengan segala isi dan peristiwa yang terkandung di dalamnya merupakan fenomena yang sangat mengesankan dan menakjubkan akal serta hati sanubari manusia. Itulah alam semesta atau al kaun (universum). Simaklah firman Allah SWT berikut ini:
“Dia lah Allah Yang menciptakan, Yang mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi . Dan Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al Hasyr: 24).
Hendaknya manusia senantiasa men-taddaburi ayata-ayat-Nya, baik yang qouliyah maupun kauniyah. Karena di sana terdapat lautan ilmu-Nya,serta dorongan/ motivasi untuk mengkaji maupun mengimplementasikannya. “Hai jama’ah jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (Ar Rahman :33). Dengan ayat ini manusia akan mengerti jika ingin menembus langit diperlukan energi yang besar. Maka dengan segala bahan-bahan yang ada di alam ini manusia harus mampu mengkonversi energi tersebut. Masih banyak ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan cabang-cabangnya. Allah SWT telah menciptakan alam beserta isi dan sistemnya dan juga telah mengajarkannya kepada manusia. Dengan mencermati Al Qur’an, akan melahirkan kajian-kajian yang lebih detail tentang keberadaan ciptaan-Nya.
Timbulnya ilmu pengetahuan, disebabkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang berkemauan hidup bahagia. Dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan hidupnya itu, manusia menggunakan akal pikirannya. Mereka menengadah ke langit, memandang alam sekitarnya dan melihat dirinya sendiri. Dalam hal ini memang telah menjadi qudrat dan iradat Nya, bahwa manusia dapat memikirkan sesuatu kebutuhan hidupnya. Telah tercantum dalam Al Qur’an perintah Allah SWT : “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman” (Yunus: 101). Hasil dari pemikiran manusia itu melahirkan ilmu pengetahuan dengan berbagai cabangnya. Maka ilmu pengetahuan bukanlah musuh atau lawan dari iman, melainkan sebagai wasailul hayah (sarana kehidupan) dan juga nantinya yang akan membimbing ke arah iman. Sebagaimana kita ketahui, banyak ahli ilmu pengetahuan yang berpikir dalam, telah dipimpin oleh pengetahuannya kepada suatu pandangan, bahwa di balik alam yang nyata ini ada kekuatan yang lebih tinggi, yang mengatur dan menyusunnya, memelihara segala sesuatu dengan ukuran dan perhitungan.
Herbert Spencer dalam tulisannya tentang pendidikan, menerangkan sebagai berikut: “Pengetahuan itu berlawanan dengan khurafat, tetapi tidak berlawanan dengan agama. Dalam kebanyakan ilmu alam kedapatan paham tidak bertuhan (atheisme), tetapi pengetahuan yang sehat dan mendalami kenyataan, bebas dari paham yang demikian itu. Ilmu alam tidak bertentangan dengan agama. Mempelajari ilmu itu merupakan ibadat secara diam, dan pengakuan yang membisu tentang keindahan sesuatuyang kita selidiki dan kita pelajari, dan selanjutnya pengakuan tentang kekuasaany Penciptanya. Mempelajari ilmu alam itu tasbih (memuji Tuhan) tapi bukan berupa ucapan, melainkan tasbih berupa amal dan menolong bekerja. Pengetahuan ini bukan mengatakan mustahil akan memperoleh sebab yang pertama, yaitu Allah”.
“Seorang ahli pengetahuan yang emlihat setitik air, lalu dia mengetahuinya bahwa air itu tersusun dari oksigen dan hidrogen, dengan perbandingan tertentu, dan kalau sekiranya perbandingan itu berubah, niscaya air itu akan berubah pula menjadi sesuatu yang bukan air. Maka dengan itu ia akan meyakini kebesaran Pencipta, kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Sebaliknya orang yang bukan ahli dalam ilmu alam, akan melihatnya idak lebih dari setitik air”.
Manusia sejak zaman dahulu telah mengerahkan daya akal untuk menyelidiki rahasia serta mencari hubungannya dengan kebutuhan dan tujuan hidupnya di atas bumi ini. Maka lahirlah para ahli ilmu alam seperti astronom, meteorolog, geolog, fisikawan, dsb beserta para ahli filsafatnya di bidang tersebut.
Penemuan di bidang astronomi menyebabkan kosmologi terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini statis, dari permulaan diciptakannya samapai sekarang ini tak berubah dan kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini dinamis, bergerak atau berubah.
Kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini dinamis ditunjang oleh ilmu pengetahuan modern. Menurut teori evolusi, pengembangan seperti dibuktikan oleh adanya red shift, ditafsirkan bahwa alam semesta ini dimulai dengan satu ledakan dahsyat. Materi yang terdapat dalam alam semesta itu mula-mula berdesakan satu sama lain dalam suhu dan kepadatan yang sangat tinggi, sehingga hanya berupa proton, neutron, dan elektron, tidak mampu membentuk susunan yang lebih berat. Karena mengembang, maka suhu menurun sehingga proton dan neutron berkumpul membentuk inti atom. Kecepatan mengembang ini menentukan macam atom yang terbentuk.
Para ahli ilmu alam telah menghitung bahwa masa mendidih itu tidak lebih dari 30 menit. Bila kurang artinya mengembung lebih cepat, alam semesta ini akan didominir oleh unsur hidrogen. Apabila lebih dari 30 menit, berarti mengembung lambat, unsur berat akan dominan
Selama 250 juta tahun sesudah ledakan dahsyat, energi sinar dominan terhadap materi, transformasi di antara keduanya bisa terjadi sesuai dengan rumus Einstein, E = mc2. Dalam proses pengembungan inienergi sinar banyak terpakai dan meteri semakin dominan. Setelah 250 juta tahun maka masa dari meteri dan sinar menmjadi sama. Sebelum itu, tidak dibayangkan behwa meteri larut dalam panas radiasi, seperti garam larut di air. Pada masa itu, setelah lewat 250 juta tahun, matei dan gravitasi dominan, terdapat differensiasi yang tadinya homogin. Bola-bola gas masa galaxi terbentuk dengan garis tengah kurang lebih 40.000 tahun cahaya dan masanya 200 juta kali massa matahari kita. Awan gas gelap itu kemudian berdifferensiasi atau berkondensasi menjadi bola-bola gas bintang yang berkontraksi sangat cepat. Akibat kontraksi sangat cepat. Akibat kontraksi atau pemadatan itu maka suhu naik sampai 20.000.000 derajat, yaitu threshold reaksi inti, dan bintang itupun mulai bercahaya.
Karena sebagian dari materi terhisap ke pusat bintang, maka planet dibentuk dari sisa-sisanya. Yaitu butir-butir debu berbenturan satu sama lain dan membentuk massa yang lebih besar, berseliweran di ruang angkasa dan makin lama makin besar.
Proses kondensasi bintang pembentukan planet membutuhkan waktu beberapa ratus juta tahun. Kita mengetahui bahwa bulan bergerak menjauhi bumi, hal ini berarti bahwa beberapa milyar tahun yang lalu bumi dan bulan itu satu, dan bulan merupakan pecahan dari bumi yang memisahkan diri. Firman Allah SWT:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya fahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman” (Al Anbiya: 30)
Konsep ini jelas menunjang teori kedinamisan alam semesta. Orang Rusia berdasarkan umur batu bulan, telah menetapkan bahwa bulan berumur 4,5 milyar tahun.
Dalam mempelajari red shift, jarak diukur dengan tahun cahaya, bukan dengan kilometer. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km per detik, sedangkan beberapa galaxi beberapa juta tahun cahaya jauhnya. Pada waktu kita memandang galaxi yang sangat jauh itu, sebetulnya kita sedang meneropong jauh ke masa yang silam. Dalam mempelajari galaxi yang jauhnya satu milyar tahun cahaya , sebetulnya membuktikan bahwa satu milyar tahun yang lalu alam semesta ini mengembung dengan kecepatan yang lebih tinggi dari sekarang. Hal ini berarti pula bahwa kita berada di alam semesta yang dinamis, bukan statis.
Lain daripda itu penurunan kecepatan mengembung meramalkan bahwa pada suatu waktu pengembungan itu akan berhenti, kemudian berkontraksi, pada akhirnya kembali kepada situasi kepadatan seperti asalnya lebih kurang lima milyar tahun yang lalu.
Dari uraian di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa alam semesta ini mengembung dan mengempis. Untuk lebih lanjut perhatikan uraian George Gemov dalam bukunya The Creation of the Universe, hal.36: “…bahwa tekanan raksasa yang terjadi pada permulaan sejarah alam semesta, adalah akibat dari suatu kehancuran yang terjadi sebelumnya , dan bahwa pengembungan yang sekarang ini sebenarnya hanyalah suatu gerak kembali yang elastis yang terjadi segera setelah tercapai kepadatan maximun yang diizinkan.”
Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana besarrnya tekanan yang tercapai pada kepadatan yang maksimum itu, tetapi menurut semua petunjuk tekanan itu sungguh-sungguh amat tinggi. Besar kemungkinan seluruh massa alam semesta yang mempunyai kemungkinan bentuk yang bagaimanapun dalam masa pra kehancuran telah dimusnahkan secara sempurna, dan bahwa atom-atom dan intinya telah dipecahkan menjadi proton, neutron, dan elektron serta partikel dasar lainnya, jadi tak ada satupun yang bisa dituturkan tentang masa alam sebelum pemadatan alam semesta itu. Segera setelah kepadatan massa alam semesta itu mencapai titik maksimum, kepadatan yang sangat tinggi itu hanya bertahan dalam waktu sebentar saja.
Segala sesuatu yang berada dalam alam semesta, adalah merupakan ciptaan (makhluq) Allah SWT sebegai refleksi dan manifestasi dari wujud Allah SWT dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Karena itu manusia tidak habis-habisnya mengagumi isi al kaun ini terus mengambil pelajaran dan ibroh yang bermanfaat dari padanya.
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihtaanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah” (Al Mulk: 3,4)
Tegaknya langit, keseimbangan benda-benmda langit sesuai dengan ciptaan dan pengaturan dari Penciptanya.
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)” (Ar Rahman:7)
“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidaka tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (Faathir:41)
Ayat di atas menyatakan adanya semacam penahan yang membawa kepada ketenangan benda-benda langit, meskipun benda-benda langit itu saling bergerak. Hal ini menunjukkan kenyataan kebenarannya terhadap ummat manusia.
Para ahli fisika sudah cukup lama mengenal gaya gravitasi antara benda-benda bermassa yang bekerja secara luas dalam alam ini. setelah Issac Newton pada tahun 1686 merumuskan hukum gravitasi, maka orang dapat dengan mudah memahami dan menerangkan berbagai peristiwa dalam jagad raya ini. Hukum-hukum Kepler yang sudah ada sebelum Newton, ternyata dapat dipahamkan sebagai akibat saja dari hukum gravitasi Newton tersebut.
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa universum itu berjalan dengan eksak, kokoh, teratur, rapi dan harmonis, yang tidak akan ada habis-habisnya menjadi tantangan yang menakjubkan bagi manusia. Setelah beriman kepada Allah, maka menjadi mudah bagi kita untuk menerima, bahwa hukum-hukum itu adalah sunatullah atau aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah bagi makhluq-Nya yang tidak berubah-ubah.
“Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nati-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (Faathir: 43)
Demikianlah, Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, seimbang, beraturan, sistemik. Maka Dia jualah yang paling tahu hakikat dan tujuan penciptaa-Nya, dan telah dikabarkannya ciptaan Allah SWT itu kepada manusia. Manusia telah diperintahkan untuk bertafakur atas ciptaan-Nya, sehingga mampu memanfaatkannya. Dan agar manusia mampu mengenal pencipta-Nya serta mengagungkan-Nya; Dia lah Allah SWT tiada Tuhan selain-Nya. Dengan ilmu-Nya Allah mengajarkan kepada hamba-Nya apa-apa yang telah diciptakan dengan proses terjadinya, sehingga manusia akan menjadi tahu dan berilmu. Setelah itu akan lahir cabang-cabang ilmu pengetahuan yang menyebar ke setiap penjuru ufuk kehidupan manusia. Dengan ilmunya manusia diharapkan menemukan kebenaran dan menjadikannya sebagai landasan kehidupan.
“Kami akan memperlihatkan kapada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Fushshilat: 53).

Ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah.
Allah SWT menuangkan sebagian kecil dari ilmu Nya kepada umat manusia dengan dua jalan. Pertama, dengan ath thoriqoh ar rosmiyah (jalan resmi) yaitu dalam jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang disebut juga dengan ayat-ayat qauliyah. Kedua, dengan ath thoriqoh ghoiru rosmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui ilham secara kepada makhluq-Nya di alam semesta ini (baik makhluq hidup maupun yang mati), tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Kerena tak melalui perantaraan malaikat Jibril maka bisa disebut jalan langsung (mubasyarotan). Kemudian jalan ini disebut juga dengan ayat-ayat kauniyah.
Wahyu dalam pengertian ishtilahi adalah: “kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang menjadi hudan (petunjuk) bagi umat manusia”, baik yang diturunkan langsung, dari belakang tabir (min wara’ hijab) maupun yang diturunkan melalui malaikat Jibril, seperti firman Allah SWT:
“Tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seseorang (malaikat) lalu diwahyukan kepadaNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi maha Bijaksana” (Asy Syura:51)
Pengertian wahyu secara ishtilahi perlu dipertegas karena ma’na wahyu secara lughawi memiliki pengertian yang bermacam-macam, antara lain:
1. Ilham Fithri, seperti wahyu yang diberikan kepada ibu Nabi Musa untuk menyusukan Musa yang masih bayi.
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil)…” (Al Qashash:7).
2. Instink Hayawan, seperti wahyu yang diberikan kepada lebah untuk bersarang di bukit-bukit, pohon-pohon, dan dimana saja dia bersarang.
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia” (An Nahl:68).
3. Isyarat, seperti yang diwahyukan oleh Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk bertasbih pagi dan sore.
“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang” (Maryam:11).
4. Perintah Allah kepada malaikat, untuk mengerjakan sesuatu seperti perintah Allah kepada malaikat untuk membantu kaum muslimin dalam perang Badr.
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat; Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman…” (Al Anfal:12).
5. Bisikan syaitan
“…Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musrik” (Al An’am :121).
Dalam ayat tersebut ada kata layuhuna (mewahyukan) yang berarti membisikkan.
6. Hadits Qudsi, juga termasuk dalam wahyu (hadits yang ma’nanya dari Allah SWT, sedangkan redaksinya dari Rasulullah SAW), dan
7. hadits Nabawiy, (makna dan redaksinya dari Rasulullah SAW) karena pada hakekatnya apa saja yang berasal dari Rasulullah SAW mempinyai nilai wahyu, firman Allah SWT:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dia; dan bertaqwa-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya” (Al Hasyr:7).

Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan. Allah SWT berfirman:
“Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Al ‘Alaq:1-5).
“Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan. Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Ar Ra’du:3)
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian tanah yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir” (Ar Ra’du:4)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imron:190-191).
Dengan mempelajari, mengamati, menyelidiki dan merenungkan alam semesta (al kaun) dengan segala isinya, manusia dapat melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti: Kosmologi, Astronomi, Botani, Meterologi, Geografi, Zoologi, Antropologi, Psikologi dsb. Sedangkan dari mempelajari wahyu manusia melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti: Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih dsb.
Dengan memahami bahwa semua ilmu itu adalah dari Allah SWT maka dalam mendalami dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan pun (al kaun) harus mengacu firman Allah SWT sebagai referensi, sehingga akan semakin meneguhkan keimanan. Selain itu penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi akan terkendali serta mengenal adab. Sebagai misal dalam dunia teknologi kedokteran, pengalihan sperma ke sebuah rahim seorang wanita –dalam proses bayi tabung- maka harus memperhatikan sperma itu diambil dari siapa diletakkan ke rahim siapa. Proses kesepakatan, perizinan juga harus jelas. Jangan sampai bayi lahir menjadi tidak jelas nasabnya. Di bidang astronomi tidak boleh diselewengkan untuk meramal nasib, padahal antara keduanya tak ada hubungan sama sekali. Dalam hal menikmati keindahan alam, akan menjadi suatu kedurhakaan jika dalam menikmatinya dengan membangun vila-vila untuk berbuat maksiyat. Namun seorang mu’min menjadikan alam semesta adalah untuk tafakur agar dekat dengan-Nya.

Konsep Kebenaran Ilmu
Wahyu (al Qur’an dan as Sunnah) memiliki nilai kebenaran yang mutlak (al haqiqah al muthlaqah) karena langsung berasal dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Tetapi pemahaman terhadap wahyu yang memungkinkan beberapa alternatif pemahaman tidaklah bersifat mutlak. Sedangkan ilmu yang didapat dari alam semesta memiliki nilai kebenaran yang nisbi (realtif) dan tajribi (eksprimentatif) atau dengan istilah al haqiqah at tajribiyah.
Kebenaran yang mutlak harus dijadikan burhan atau alat untuk mengukur kebenaran yang nisbi, jangan sampai terbalik, justru kebenaran yang mutlak diragukan karena bertentangan dengan kebenaran yang nisbi (relatif dan eksprimentatif). Sejarah ilmu pengetahuan sudah membuktikan bahwa suatu penemuan atau teori yang dianggap benar pada satu masa digugurkan kebenarannya pada masa yang akan datang. Hal itu disebabkan keterbatasan manusia. Dalam mengamati, menyelidiki dan menyimpulkan segala fenomena yang ada dalam alam semesta. Oleh sebab itu jika terjadi pertentangan antara kesimpulan yang didapat oleh manusia dari al kaun dengan wahyu, maka yang harus dilakukan adalah menguji kembali kesimpulan tersebut, atau menguji kembali pemahaman manusia terhadap wahyu. Logikanya, wahyu dan alam semesta semuanya berasal dari Allah SWT yang Maha Benar, mustahil terjadi pertentangan satu sama lain.

Hikmah mengimani ilmu Allah SWT
Pertama, membuat manusia sadar bahwa betapa tidak berarti dirinya dihadapan Allah SWT, sebab seluruh ilmu yang dimiliki manusia adalah ibarat setitik air laut dibandingkan dengan air laut secara keseluruhan. Oleh karena itu manusia tidak ada alasan untuk sombong dan menjadikan ilmu menjadi penyebab kekufuran dan kedurhakaan kepada Yang Maha Mengetahui segalanya. Seharusnya manusia menjadikan ilmu untuk alat ber-taqorub kepada-Nya, sebagaimana perilaku para ulil albab.
Kedua, dengan menyadari bahwa ilmu Allah SWT sangat luas, tidak ada satupun –betapa pun kecil dan halusnya- yang luput dari ilmu Nya, maka manusia akan dapat mengontrol tingkah laku, ucapan amalan batinnya sehingga selalu sesuai dengan yang diridhai Allah SWT.
Ketiga, keyakinan terhadap ilmu Allah SWT akan menjadi terapi yang ampuh untuk segala penyelewengan, penipuan dan kemaksiatan lainnya.
Maka dalam pemahamannya adalah dengan mengaplikasikan sifat Allah SWT tsb dalam kehidupan nyata sehari hari, berusaha melaksanakan perintah dan larangan-Nya baik ditempat ramai maupun sunyi. Kita tidak lagi terpengaruh dengan “diketahui” atau “tidak diketahui” oleh orang lain untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Karena kita menyadari betapa Allah SWT Maha Mengetahui yang pasti selalu melihat, mendengar, memperhatikan apa yang kita lakukan di mana dan kapan saja
Di zaman salafus sholeh, kita masih ingat kisah seorang gadis shalihah dengan ibunya menjual susu. Suatu saat ibunya menyuruh dagangannya untuk dicampur dengan air, agar mendapatkan untung yang lebih. Namun puterinya menolak. “Bukankah Khalifah Umar tidak melihat?” kata sang ibu. “Tapi Tuhannya Umar mengetahui, bu!” kata putrinya. Tak disangka percakapan itu didengar Umar bin Khaththab. Maka gadis shalihah tsb dipinang untuk putera Umar sang Khalifah. Dan kitapun tahu persis bahwa dari seorang wanita shalihah tsb, akhirnya menurunkan (cucu) tokoh Umar Bin Abdul ‘Aziz yang legendaris.
Juga kisah seorang anak gembala dengan sekian banyak gembalaan milik tuannya. Suatu saat Umar bin Khaththab menguji kekuatan muroqobatullah-nya. Dikatakan kepada anak tsb, bahwa kambingnya akan dibeli dengan harga yang lebih. Namun anak itu menolak. “Kamu bisa mengatakan kepada tuanmu kambingnya dimakan binatang buas!” kata Umar RA. “Lantas dimana Allah?” tanya anak tersebut. Subhanallah…
Sebenarnya bagi seorang muslim yang sudah ber-iltizam akan selalu merasa tenang, bahagia karena segala amal kebaikannya tidak akan dirugikan sedikitpun baik diketahui ataupun tidak oleh orang lain, kerena dia yakin bahwa Allah SWT telah mengawasinya. Sehingga seorang al akh ash shodiq akan senantiasa beramal dengan ikhlas karena Allah SWT semata, bukan karena murobinya, apalagi karena calon istri atau pun mertuanya. Tidak bangga karena pujian, tidak merasa lemah karna celaan. Tetap semangat walau tak diketahui orang, tak takabur ketika dilihat banyak orang. Juga tak takut dengan kegagalannya, atau tak bangga diri dengan keberhasilannya. Apapun yang terjadi tak akan mengoncangkan jiwanya, atau merusak muamalah dengan saudaranya (karena mungkin saudara kita telah menilai salah terhadap diri kita), atau bahkan membahayakan aqidahnya.
“Dan katakanlah; bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (At Taubah:105)

MENUNDUKKAN PANDANGAN

MENUNDUKKAN PANDANGAN
Sarana: Halaqah

TUJUAN INTRUKSIONAL
Setelah mendapatkan materi ini peserta akan mampu:
1. Mengetahui perihal menundukkan pandangan, yaitu dengan memberikan definisi menundukkan pandangan.
2. Memahami pentingnya menundukkan pandangan, yaitu dengan menguraikan berbagai hal yang berkaitan dengan menundukkan pandangan
3. Menjaga diri dari segala bentuk kemaksiatan melalui pandangan
4. Menggunakan pandangan seoptimal mungkin untuk menjaga ketaatan kepada Allah SWT untuk meraih ridhaNya

TITIK TEKAN MATERI


Dengan pemberian materi tentang menundukkan pandangan ini maka dalam diri seseorang akan terbentuk pribadi yang memiliki matinul khuluq. (3; 15)

Materi ini menekankan pentingnya menundukkan/menjaga pandangan, yaitu dengan menjauhi segala bentuk kemaksiatan melalui pandangan, dan menggunakan pandangan seoptimal mungkin taat kepada Allah SWT. Bentuk kemaksiatan melalui pandangan antara lain
adalah melihat lawan jenis yang bukan muhrim melebihi keperluan, melihat atau membaca gambar atau tulisan porno, dan mengintip hal-hal yang diharamkan, dll.

Pandangan mata syahwat merupkan salah satu bentuk perzinaan (zina mata) yang dapat menjadi pintu masuk pada zina yang sebenarnya. Oleh karena itu hendaknya senantiasa memohn pertolongan Allah SWT dan senantiasa berusaha menghindarinya. Menggunakan mata untuk taat pada ketentuan Allah SWT antara lain melalui aktivitas membaca dan mentadabburi ayat-ayat Allah SWT, baik ayat-ayat dalam Al-Qur'an maupun yang berupa ayat-ayat kealaman, serta menggunakan pandangan sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Allah SWT menghendaki menundukkan pandangan baik pada muslim maupun muslimah (QS. 24; 30-31).

Menundukkan/menjaga pandangan hendaknya menjadi akhlaq muslim dan muslimah karena Allah SWT mengingatkan melalui firman-Nya bahwa neraka dijadikan untuk dipenuhi oleh manusia yang dikaruniai mata akan tetapi tidak digunakan untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT



Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7; 179),


dan Kami nampakkan Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas. yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar. (QS. 18; 100-101).

Menundukkan pandangan bukan berarti memejamkan mata atau memalingkan muka yang mengakibatkan orang lain tersinggung, akan tetapi adalah menggunakan mata untuk menjaga ketaatan kepada Allah SWT. Allah SWT mengingatkan pula bahwa sesungguhnya penglihatan termasuk yang akan dimintai pertanggungjawaban

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. 17; 36).

Oleh karena itu hendaknya bersegera menggunakan pandangan/mata untuk membaca ayta-ayat Allah SWT, baik ayat-ayat Al-Qur'an maupun ayat-ayat kealaman, jangan menunggu mata rabun atau bahkan rusak.

POKOK-POKOK MATERI

1. Hakikat menundukkan pandangan
2. Dalil-dalil Qur'an dan sunnah tentang pentingnya menundukkan/menjaga pandangan
3. Kemaksiatan mellui pandangan dan kiat-kiat menjauhinya
4. Kiat-kiat menggunakan pandangan untuk taat kepada Allah SWT

TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Berikan pengantar bahwa topik yang dibahas adalah tentang menundukkan pandangan dan sampaikan tujuan pembelajaran materi ini. Pancing peserta mengemukakan pendapatnya tentang menundukkan pandangan. Luruskan dan lengkapi tanggapan peserta tentang menundukkan pandangan disertai dalil-dalil dalam Al-Qur'an dan Sunnah pendukungnya yang berupa perintah, peringatan maupun ancaman.

Kemukakan kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha beserta para wanita tamunya dan kisah sahabat Ali yang dipalingkan wajahnya oleh Rasulullah ketika memandang seorang wanita dan kisah-kisah lainnya. Pancing peserta mengemukakan kiat-kiat menggunakan pandangan untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah SWT dalam upaya meraih ridhaNya. Lengkapi tanggapan peserta tentang kiat-kiat tersebut sesuai target yang ditetapkan.

MARAJI'

Al-Ghazaly (1976), Ihya' Ulumuddin (diterjemahkan oleh Teuku Jakub, buku 3), CV Faizan, Semarang.

An-Nawawi, Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf, Riyadushshalihin: Buku I, PT. Al-Ma'arif, 1986., Bandung.

Yusuf Qardhawi, Khutbah Jum'at tentang Demokrasi (imamah dalam berpolitik tidak sama dengan demokrasi)

Muqaddimah

Zaman dimana kita hidup sekarang ini adalah zaman yang penuh dengan fitnah. Di antara yang secara sistematis membangun fitnah, khususnya merangsang syahwat rendah manusia, adalah media (massa dan elektronika). Nyaris tidak acara acara media yang tidak menyuguhkan ritual yang merangsang syahwat rendah. Pamer aurat yang dilakukan kebanyakan perempuan menunjukkan betapa rendahnya moral ummat sekarang ini. Ditambah lagi dengan suguhan perilaku jahiliyyah yang sudah dianggap wajar dan biasa. Di sinilah pentingnya memahami kenapa kita harus ghadhdhul Bashar (menundukkan pandangan).

Kita memang harus menyadari bahwa mata adalah nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Namun banyak manusia yang mengetahui bahwa mata adalah nikmat tapi tidak mengetahui bagaimana mensyukuri nikmat. Banyak manusia yang kemudian menggunakan matanya untuk kebutuhan melakukan maksiat. Padahal Rasulullah saw mengingatkan kepada kita semua "Pandangan (terhadap seorang wanita) adalah salah satu panah beracun dari busur panah yang dimiliki oleh Iblis yang akan mengenai hati seorang mukmin. Barangsiapa meninggalkan pandangan ini karena takut kepada Allah Swt., maka Allah akan menggantinya dengan keimanan yang terasa manis di hatinya."

Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa pandangan mata akan banyak memberikan pengaruh kepada hati. Dapat dikatakan bahwa mata merupakan salah satu alat yang banyak memberikan pengaruh pada hati. Mata dapat membuat hati terang atau sebaliknya. Tergantung pada apa yang biasa dilihat oleh mata. Mata merupakan bab (pintu) hidayah menuju hati..

Rasulullah Saw memberikan anjuran halus agar setiap mukmin dapat mensyukuri nikmat pada dengan benar. Anjuran-anjuran dimaksud sekaligus mengajak mukmin agar sebaik mukmin dapat menggunakan nikmat mata. Di antaranya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Turmudzi dalam sunannya sebagai berikut

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ رُزَيْقٍ أَبُو شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَطَاءٌ الْخُرَاسَانِيُّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَيْنَانِ لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عُثْمَانَ وَأَبِي رَيْحَانَةَ وَحَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ شُعَيْبِ بْنِ رُزَيْقٍ

"Ada dua mata yang tidak akan terkena api neraka: (!) Mata yang mengalirkan air mata karena takut kepada Allah; (2) mata yang begadang malam untuk melakukan penjagaan dalam jihad fi sabilillah."

Rasulullah Saw juga menganjurkan agar mata digunakan untuk melihat al akh dengan pandangan kasih sayang. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dari Ibn Amr:

من بظر لأخيه نظرة ودّ غفر الله لهما
"Barangsiapa memandang saudaranya dengan pandangan kasih sayang maka Allah akan menghapus dosa-dosa keduanya"
Hadits dho'if

Mata juga dapat digunakan sebagai alat merenungkan ciptaan Allah. Mata harus dihindarkan dari melihat segala yang haram. Dan tentu saja bagi orang yang mampu memelihara matanya dari melihat hal-hal yang haram, maka Allah akan memberikan ganjaran yang besar kepadanya. Bahkan dalam sebuah hadits dikatakan bahwa menahan pandangan dari melihat yang diharamkan merupakan mahar untuk mendapatkan bidadari syurga.

من غض بصره عن النظر الحرام زوج من الحور العين حيث أحب
"Barangsiapa yang menjaga matanya dari memandang yang haram, maka ia akan dinikahkan dengan bidadari yang disukainya yang selalu menjaga pandangan matanya."



"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati."
Al Mukmin, :19

Ibn Abbas dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan:

"Ada wanita lewat di tengah-tengah kerumunan banyak orang. Di antara kerumunan itu ada seorang laki-laki yang kelihatannya menjaga pandangan matanya. Dia kelihatan enggan melihat wanita itu. Namun, apabilaia merasa bahwa orang-orang yang berada di sekitarnya sedang tidak memperhatikannya, ia mencuri pandangan dan memandang wanita itu sejenak. Di saat hatinya mengingatkan bahwa orang-orang disekitarnya memperhatikannya, ia mulai mengatur pandangan matanya. Padahal sebenarnya, Allah mengetahui bahwa ia ingin melihat aurat wanita itu."

Hukum Menundukkan pandangan

Hukum dasar syariat dalam memandang perempuan dewasa yang bukan muhrim secara sengaja adalah haram. Kecuali jika itu dilakukan untuk suatu kebutuhan dharuri yang dibenarkan syariat. Di antara dalil yang mendukung pendapat tersebut adalah Qs. An nur,:30-31 yang berbunyi


"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."

Ada dua hal yang diingatkan dalam ayat tersebut, yaitu menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. Penyebutan secara beriringan sepertinya menegaskan bahwa ada konsekuensi logis yang negatif dari melihat yang tidak benar. Dalam sebuah hadits Riwayat Ahmad, Bukhari, Abu Daud, Tiormidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah disebutkan bahwa:

"Nabi Saw suatu ketika pernah ditanya, "Wahai Rasulullah, tentang aurat kita, bagaimana memperlakukannya?" Rasulullah Saw menjawab: "Jagalah auratmu kecuali dari istrimu atau hamba sahaya wanitamu." Beliau kembali ditanya: "Bagaimana jika beberapa orang satu jenis dalam satu tempat, bagaimana sikap kita?" Jawab beliau Saw: "Jika kamu sanggup hingga auratmu tidak dilihat oleh salah seorang mereka, maka usahakanlah agar tidak terlihat." Ada pula yang bertanya: "Bagaimana jika kami di tempat sepi sendirian ya Rasulullah?" Jawab beliau: " Allah lebih berhak untuk kamu sikapi dengan rasa malu dibanding manusia."

Dalam shahih Bukhari diriwayatkan bahwa al Fadhl bin Abbas ra suatu hari duduk di belakang Rasulullah saw pada hari raya qurban, dari Muzhdalifah ke Mina. Kemudian lewatlah wanita-wanita yang mengendarai unta. Karena itu, al Fadhl memfokuskan pandangannya kepada mereka. Mengetahui hal itu, Rasulullah saw segera mengarahkan kepada al Fadhl kearah berlainan. Hadist ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw melarang perlakuan seperti itu. Pandangan demikian itu dikhawatirkan dapat menyebabkan pelakunya terseret dalam jurang maksiat lebih jauh lagi.

Pandangan yang Mendadak

Dalam Shahih Muslim dari Jarir bin Abdullah al Jubali, ia berkata saya bertanya kepada Nabi Saw tentang memandang secara tak sengaja (mendadak), maka beliau memerintahkan aku untuk mengalihkan pandanganku." Abu Daud meriwayatkan dalam Sunan nya dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda kepada Ali bin Abi Thalib "Hai Ali, janganlah engkau mengulangi pandangan yang pertama. Karena pandangan yang pertama dimaafkan, sedangkan pandangan yang kedua dilarang."

Maksud pandangan pertama pada hadits di atas bukanlah memandang dengan sengaja, melainkan memandangan mendadak (tidak disengaja).

Hukum memandang ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki yang bersama perempuan itu adalah buta maka tetap saja bagi perempuan diwajibkan untuk menjaga pandangan matanya dan menutup auratnya. Mengikut kepada hadits Ummu Salamah yang berbunyi :

"Ummu Salamah menceritakan bahwa ia bersama Maimunah berada dalam majlis Rasulullah Saw. Kemudian datanglah Ibn Maktum. Rasulullah Saw memerintahkan kepada keduanya, "Berhijablah kalian darinya". Mendengar perintah itu, Maimunah bertanya, "Ya Rasulullah, bukankah dia buta, sehingga dia tidak melihat kami?" Beliau Saw menjawab, "Tapi apakah kalian berdua juga buta, sehingga kalian tidak melihatnya?"

Harus diketahui bahwa terdapat tiga hukum di seputar memandang, yaitu pertama: memandang yang diharamkan. Maksudnya adalah memandang lawan jenis yang bukan muhrim, tanpa ada keperluan yang membolehkan memandang kepada orang itu. Haram memandang dengan syahwat kecuali dengan suami/istri. Kedua; memandang yang disunnahkan. Adalah memandang kepada wanita yang akan dinikahi. Ketiga; memandang yang dibolehkan seperti memandang tanpa sengaja kepada perempuan yang bukan muhrim. Suami yang memandang tubuh istrinya ataupun memandang lawan jenis karena ada keperluan darurat seperti perobatan, menerima dan memberi persaksian. Namun untuk semua itu harus disaksikan oleh muhrim.

BAHAYA MENGUMBAR PANDANGAN MATA

MELIHAT hal-hal yang diharamkan oleh agama merupakan cobaan yang sangat besar dan sangat ber¬bahaya bagi keberagamaan kita. Bahkan, ia merupakan sumber malapetaka. Melihat hal-hal tersebut merupakan indikasi keinginan gejolak nafsu birahi. Kebanyakan kasus perzinaan yang terjadi diawali dengan pandangan yang diharamkan ini. Memandang barang haram, lama¬kelamaan akan menyebabkan munculnya anggapan bahwa hal itu adalah biasa saja. Di samping itu, me¬nimbulkan khayalan dan keinginan terlarang dalam pikiran dan hati. Ia juga merupakan salah satu pintu tempat masuknya setan sehingga banyak manusia tergelincir karenanya.

Ibnu Abbas r.a. berkata, "Setan selalu berada dalam tiga tempat pada diri laki-laki; pada pandangannya, hatinya, dan kelaminnya. Ia berada pada tiga tempat pada diri seorang wanita; pada pandangannya, hatinya, dan kelemahannya."

Kemaksiatan banyak terjadi karena omongan yang berlebihan dan pandangan yang diumbar. Dua hal tersebut merupakan pintu besar tempat masuknya setan, Mulut tidak akan pemah penuh dengan omongan dan mata tidak akan pemah penuh dengan pandangan. Berbeda dengan perut, ia akan merasa cukup apabila sudah penuh dengan makanan. Hingga ada ungkapan, "Ada empat hal yang tidak pernah penuh dengan empat hal lainnya. Yaitu, mata tidak akan pernah penuh dengan pandangannya, telinga tidak pemah penuh dengan berita, bumi tidak akan pernah penuh dengan tumpahan air hujan, dan jagat raya tidak akan pernah penuh dengan tanda-tanda kekuasaan Tuhan." Untuk menggambarkan orang-orang yang terkena cobaan memandang hal-hal yang diharamkan ini, Pandangan haram akan menimbulkan khayalan dan angan-angan sehingga kita akan selalu memikirkannya. Oleh karenanya, hal itu diharamkan. Khayalan dan angan¬angan seringkali mendorong kita untuk melangkah lebih jauh dan mengatur rencana untuk melewati jalan-jalan yang dilarang. Makanya, Rasulullah saw. bersabda,



"Zinanya mata adalah memandang (hal yang diharamkan ). "



"Hawa nafsu selalu berkhayal dan berkeinginan, dan kemaluan akan membenarkannya (dengan menuruti nafsu itu) atau mendustakannya (dengan tidak menuruti nafsu)."

Karena pandangan mata merupakan sumber utama perzinaan, maka Allah menyuruh kita untuk menundukkan pandangan mata kita guna menjaga kemaluan kita dari melakukan hal-hal yang dilarang. Kasus-kasus perbuatan keji kebanyakan berawal dari pandangan mata, Begitu juga penghuni neraka kebanyakan mereka adalah berawal dari melakukan dosa-dosa kecil. Proses terjadinya dosa tersebut adalah diawali dengan pandangan mata kemudian diikuti perkataan hati. Lalu, langkah kaki dan terakhir terjerumus ke dalam kesalahan. Karenanya, ada orang yang bilang, "Barangsiapa bisa menjaga empat perkara berikut ini, maka ia berarti telah menjaga agama¬nya; (1) pandangan yang sekejap, (2) perkataan-perkataan hati, (3) ucapan-ucapan lisan, dan (4) langkah-langkah kaki

Dzun Nun berkata, "Pandangan mata (terhadap hal yang diharamkan) meskipun sekejap akan menyebabkan kesedihan. Diawali dengan penyesalan dan diakhiri dengan kerusakan dan kerugian. Barangsiapa menuruti pandangan matanya, maka berarti ia menuju kepada kematian."

Ibnul Qayyim menjelaskan dengan panjang lebar tentang bahaya pandangan mata ini. Pandangan mata menipakan penunjuk jalan bagi hawa nafsu dan sekaligus utusannya. Menjaga pandangan mata berarti menjaga kemaluan dari melakukan perbuatan nista. Barangsiapa mengumbar pandangan matanya, maka ia telah meng¬giring dirinya sendiri menuju jurang kehancuran. pandangan mata merupakan sumber utama terjadinya kasus-kasus keji yang dilakukan oleh manusia.

Pandangan mata melahirkan perkataan hati. Ke¬mudian diikuti oleh pikiran, syahwat, dan keinginan. Apabila keinginan ini menjadi kuat, maka berubah menjadi tekad dan diakhiri dengan perbuatan dan tindakan. Rentetan proses ini pasti terjadi apabila tidak ada hal-hal yang menghentikannya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa sabar dalam menundukkan pan¬dangan mata sebenamya lebih mudah dan lebih ringan dibanding sabar merasakan pesakitan setelahnya".

Ibnul Qayyim menerangkan beberapa tipu daya setan dalam usahanya untuk merusak anak Adam dengan melalui pandangan mata ini. Ia berkata, "Setan berkata kepada kawan-kawannya, 'Apabila kamu sekalian ingin menguasai lubang-lubang milik manusia (yang mem¬punyai potensi untuk melakukan kemaksiatan), maka cegahlah mata mereka dari mengambil pelajaran ketika melihat. Jadikanlah pandangan mereka pandangan yang selalu menganggap baik segala hal, penuh kemaksiatan dan kelalaian. Apabila ia mulai tertarik dengan pandangan yang penuh ibrah dan pengambilan pelajaran, maka rusaklah rencananya itu dengan mengisi pandangannya dengan syahwat, kelalaian, dan keserbabolehan. Karena hal yang seperti itu terasa lebih ringan dan lebih mudah bagi dirinya. Kuasailah lubang mata. Dengannya kalian akan memperoleh apa yang kalian inginkan.

Saya tidak pemah menemukan cara yang lebih hebat untuk merusak anak Adam selain lewat pandangan mata ini. Dengannya saya bisa menebar benih syahwat di hatinya. Kemudian benih itu saya siram dengan air angan-angan. Tidak henti-hentinya saya memberi mereka janji dan harapan-harapan hingga saya bisa memperkuat keinginan mereka. Dengan cara seperti ini, saya bisa mengendalikan mereka dengan tali pelana syahwat yang mengikat mereka sehingga mereka merasa ringan untuk melakukan kesalahan-kesalahan.

Jangan sampai kalian lupa dengan lubang mata ini. Rusaklah ia sekuat tenagamu. Usahakan manusia merasa bahwa masalah pandangan mata ini adalah masalah yang sepele. Katakan kepadanya,'Dengan pandangan matamu, kamu bisa menyucikan Tuhanmu dan bisa bertafakur akan keagungan ciptaan-Nya. Indahnya pemandangan yang diciptakan tidak lain adalah agar orang yang melihat bisa menjadikannya sebagai bukti dan dalil akan keagimg¬an penciptanya. Kedua mata diciptakan oleh Allah bukan tanpa guna. Bukanlah maksud Allah menciptakan pemandangan-pemandangan indah itu untuk dibiarkan saja oleh mata."

Rasulullah saw. menganggap pandangan yang haram sebagai busur panah beracun milik setan. Beliau bersabda,

"Pandangan (terhadap seorang wanita) adalah salah satu busur panah beracun dari busur panah-busur panah yang dimilihi oleh Iblis." (HR Ahmad)

Hal ini karena pandangan mata sangat mempe¬ngaruhi hati. Sehingga, bahayanya diumpamakan seperti bahaya racun yang menjalar di sekujur tubuh manusia. Ia juga bagaikan api yang berkobar. Apabila rumput kering masuk ke dalamnya, maka rumput itu akan terbakar seluruhnya atau sebagian. Orang yang meman¬dang barang haram, berarti ia telah melepaskan busur yang sasarannya adalah hatinya sendiri dan ia tidak merasa.

Ibnul Jauzi menerangkan bahaya ini dan berkata, "Sabda Rasulullah bahwa pandangan (terhadap seorang wanita) adalah salah satu busur panah beracun... merupakan ungkapan isyarat. Racun menjalar di dalam hati. Ia bereaksi dan mempunyai efek negatif pada bagian dalam tubuh sebelum efek itu terlihat pada bagian luar dari tubuh. Berhati-hatilah dengan pandangan mata ini karena ia penyebab celaka. Penanggulangannya mudah apabila ia masih dalam tahap permulaan. Namun, apabila ia sudah berbilang-bilang, maka penanggulangannya sangat susah dan akan membahayakan kamu.

Sebagai contoh, apabila kamu melihat seekor kuda hendak melewati jalan yang sempit, dan sebagian badannya sudah masuk ke jalan itu, maka kuda itu susah untuk berputar kembali karena jalannya sangat sempit. Ada orang yang menasihati penunggang kuda itu, 'Kembalikan kuda itu secepatnya sebelum ia benar-benar masuk ke jalan itu.' Apabila penungang kuda itu menerima nasihat tersebut, maka kuda itu bisa dikem¬balikan ke belakang dengan mudah. Namun, apabila penunggang kuda itu tidak mengindahkan nasihat tersebut, maka kudanya akan terus masuk ke jalan sempit itu. Akhimya, penunggang itu harus menarik tali pengikat kuda itu dengan susah payah, bahkan mungkin tidak bisa.

Begitu juga halnya dengan pandangan mata. Apabila, ia sudah mulai menggoda hati, maka jika orang yan mempunyai mata itu langsung berusaha menundukkan mata dan menjaganya, maka bahaya pandangan mata itu bisa dengan cepat tertanggulangi. Dan sebaliknya, apabila ia mengulangi pandangannya itu, maka ia seakan menyelidiki hal yang dipandang itu dan dengan serta merta memindahkannya ke dalam hatinya yang kosong dan mengukirnya di sana. Apabila pandangan itu berkelanjutan terus, maka ia bagaikan air yang digunakan untuk menyiram tanaman. Tanaman itu akan terus tumbuh dan akan merusak hati. Juga memalingkannya dari memikirkan hal-hal positif, mengantarkannya mendekati larangan dan melemparkannya ke dalam jurang kebinasaan.

Penyebab utama dari munculnya kerusakan ini semua adalah karena orang yang melihat merasa nikmat dengan pandangannya itu. Sehingga, ia mengulanginya dengan maksud untuk mendakatkan kenikmatan yang lebih sem bari hatinya berkata bahwa memandang seperti itu adalah hal yang biasa dan tidak berdosa. Akhirnya, ia terjenamus ke dalam jurang kebinasaan. Andaikan sedari awal ia mau menundukkan matanya, maka ia akan selamat."

• Pandangan yang haram sangat berbahaya bagi kesucian hati. Ia bisa mengantarkan kita kepada tempat yang sangat jauh. Juga bisa menyebabkan kita kehilangan kesabaran. Apabila hal ini terjadi, tentunya sangat menyakitkan. Allah menciptakan mata sebagai cerrnin bagi berbagai wama gejolak yang ada di dalam hati. Apabila seseorang mampu untuk menjaga pandangannya, maka ia berarti menjaga hatinya dan keinginan dan nafsu syahwatnya. Begitu juga sebaliknya, apabila ia mengumbar pandangannya, berarti ia telah membebaskan hatinya untuk menuruti syahwatnya. Nabi Isa a.s. berkata, Berhati-hatilah dengan pandangan mata karena ia bisa menumbuhkan syahwat di hati. Apabila itu terjadi, maka cukuplah hal itu sebagai ujian dan cobaan." Ibnu Mas'ud r.a. berkata, Dosa bisa menguasai hati seseorang. Setan akan selalu mempunyai rencana keji bersamaan dengan setiap pandangan mata yang sedang diarah¬kan oleh seseorang." Hasan al-Bashri r.a. berkata, "Barangsiapa mengumbar pandangan matanya, maka ia akan merasakan penyesalan yang amat panjang."

• Mengumbar pandangan mata tidak mungkin terjadi kecuali apabila ada kecerobohan, kurang pertimbang¬an, lemahnya tekad dalam hati, dan tidak berpikir panjang akan konsekuensi-konsekuensi negatif setelahnya.

• Mengumbar pandangan mata menyebabkan kita melupakan Allah dan hari akhir, menjerumuskan kita ke dalam jerat kerinduan. Pandangan mata laksana segelas khamar dan kerinduan yang muncul laksana unsur pemabuk dalam khamar tersebut. Bahaya¬bahaya akibat jeratan rindu bisa mendekatkan kepada kemusyrikan. Pasalnya sesungguhnya kerinduan bisa memperbudak hati. Karena ruangan dalam hati sepenuhnya dipersembahkan untuk orang yang dirindu.

• Di antara bahaya pandangan mata adalah ia seringkali menimbulkan duka lara dan keluh kesah. Orang yang berada dalam kondisi seperti ini, akan mengalami suatu perasaan yang tiada tara yang ia sendiri tidak mampu dan tidak akan sabar untuk mengendalikannya. Hilangnya kekuasaan dan kesabaran seperti ini merupakan cobaan yang mahaberat bagi kita. Betapa banyak orang yang mengumbar pandangan-pandangan matanya. Sewaktu ia hendak melepaskan diri dari pandangan itu, ia terjerat tanpa daya bagai orang yang meninggal dunia. Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair, "Wahai orang yang mengumbar pandangan mata. Di saat kamu ingin lepas dari pandangan-pandangan itu, kamu malah terjerat di antaranya. Tidak berdaya bagaikan orang yang binasa. "

Sangat mengherankan memang, pandangan mata meskipun sekejap, ia tetap merupakan busur panah yang tidak akan sampai kepada orang yang dipandang kecuali setelah yang memandang tersebut menyiapkan sisi ruang hatinya untuk orang yang dipandangnya itu. Lebih mengherankan lagi, pandangan mata bisa menyebabkan hati terluka dan luka ini akan menjalar ke mana-mana. Sehingga, pengobatan dengan pembedahan pun sudah tidak terasa sakit lagi karena luka tersebut sudah dianggap biasa.

Dikatakan juga,

"Barangsiapa diberi (anugerah) musuh dan penghasud maka (musuh dan penghasud) yang diberikan kepadaku berasal dari kedua mataku dan hatiku. Mata dan hatiku melahirkan pandangan kemudian Pikiran (khayalan) Dan keduanya tidak memberikan kepadaku (kesem¬patan) tidur dan pikiran (Yang jernih)

• Bisa terjerat dalam cinta dan rindu yang diharamkan.


Faedah-Faedah Menundukkan Pandangan

Dalam surat an Nur, 30-31 disebutkan tentang utamanya menjaga pandangan dan menjaga kemaluan. Menjaga kemaluan, misalnya, akan mendapatkan keuntungan besar berupa dimasukkan ke dalam syurga Firdaus. Hal ini dinyatakan dalam surat al Mukminun, 1-11. Nabi saw menyatakan bahwa ia menjamin syurga bagi orang yang menjaga pandangan dan kemaluannya. "Jaminlah enam hal dari kalian kepada diriku, niscaya aku jamin kalian dengan syurga. Yaitu, jujurlah jika kalian berbicara, penuhilah jika kalian berjanji, tunaikanlah sesuatu yang diamanatkan kepada kalian, jagalah kemaluan kalian, tundukkan pandangan kalian, dan jagalah tangan kalian (dari melakukan dosa)"

Dalam hal lain Rasulullah Saw berkata:

كل عين باكياة يوم القيامة إلا عين غضت عن محارم الله و عين سهرت في سبيل الله و عين يخرج منها مثل رأس الذباب من خشية الله

"Semua mata akan menangis pada hari kiamat kecuali, , mata yang menahan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan Allah, mata yang begadang di jalan Allah, mata yang darinya keluar air mata seperti kepala lalat karena takut kepada Allah."

ما من مسلم ينظر إلى محاسن امرأة ثم يغض بصره إلا أحدث الله له يجد حلا وتها في قلبه

"Setiap muslimyang melihat kecantikan seorang perempuan tanpa sengaja, kemudian ia menundukkan pandangan niscaya Allah berikan baginya ibadah yang ia rasakan nikmat dalam hatinya."

Selanjutnya tentang keutamaan menjaga kemaluan, diriwayatkan dari Nabi Saw bahwa dari tujuh yang diberikan-Nya naungan pada hari kiamat, sementara hari itu tidak ada naungan kecuali naungan Allah. "(Salah seorang yang diberikan naungan Allah pada hari kiamat) adalah lelaki yang digoda untuk berselingkuh dengan perempuan terhormat dan cantik jelita. Namun ia menolaknya sambil berkata: "Saya takut kepada Allah"

من يضمن لي ما بين لحيته و ما بين رجليه ضمنت له الجنة

"Barangsiapa menjamin dan menjaga lidah dan kemaluannya dari perbuatan dosa, niscaya aku jamin baginya syurga."

يا شباب قريش احفظوا فروجكم لا تزنوا الا من حفظ فرجه دخل الجنة


"Wahai pemuda Qurasiy, jagalah kemaluanmu, janganlah kalian berzina, ketahuilah, siapa yang menjaga kemaluannya, niscaya dia mendapat syurga."

Kemudian Abul Husain al Warraq berkata: "Siapa yang menundukkan pandangannya dari obyek yang diharamkan untuk dipandang, maka dengan perbuatan itu Allah akan memberikannya hikmah pada lidahnya yang dengan itu ia memberi petunduk kepada orang yang mendengarkannya. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari syubhat, maka Allah memberikan cahaya dalam hatinya dengan cahaya yang meneranginya menuju jalan keridhoan-Nya."

Adapun beberapa keuntungan dari menundukkan pandangan jika diperinci adalah sebagai berikut:

1. SEBAGAI JALAN UNTUK MENJAGA HATI
Oleh karena pada awalnya hati itu bersifat bersih. Namun panca indera telah mengotorinya dengan masukan-masukan yang diberikannya kepada hati. Pandangan mata memberikan informasi apa yang dilihat dengan gambar penglihatan yang dapat diangan-angankan melalui hati. Abdullah bin Khubaiq berkata, "Faktor yang amat penting ada empat. Yaitu, matamu, lidahmu, hatimu, dan hawa nafsumu. Perhatikanlah matamu, jangan gunakan ia untuk melihat sesuatu yang tidak halal. Perhatikanlah lidahmu, jangan gtmakan lidah itu untuk mengatakan sesuatu yang dusta. Perhatikanlah hatimu, jangan isi dia dengan tipuan dan kedengkian kepada seseorang dari kaum muslimin. Perhatikanlah hawa nafsumu, janganlah sampai ia tersesat ke dalam keburukan." Sementara itu, Junaid berkata, "Curahkanlah semua keinginanmu kepada Allah. Matamu yang seharusnya digunakan untuk menyaksikan Allah, janganlah engkau gunakan untuk melihat selain-Nya, sehingga engkau jatuh dalam pandangan Allah."
2. MENUTUP PINTU FITNAH
Allah menjadikan mata sebagai cermin hati. Maka jika seseorang menundukkan pandangannya, niscaya hatinya akan menundukkan syahwat dan nafsunya. Sementara jika orang itu membebaskan pandangan matanya, niscaya hatinya akan membebaskan syahwatnya. Karena mem¬bebaskan pandangan mata akan menyebabkan kejadian berikutnya, berupa memikirkan objek yang telah dilihat dan mengangankannya. Dan angan-angan itu bisa prda mendorongnya untuk melangkah menuju jalan haram. Oleh karena itu ada yang mengatakan, "Siapa yang Menjaga empat hal ini niscaya ia akan menjaga agamanya, yaitu pandangan mata, bisikan hati, ucapan lidah, dan langkah kakinya.
3. MEMBEBASKAN HATI DARI PENYESALAN
Di antara manfaat menundukkan pandangan mata adalah membebaskan hati dari penyesalan. Sedangkan, orang yang membebaskan pandangan matanya, akan merasakan penyesalan. Perbuatan yang paling berbahaya bagi hati adalah membebaskan pandangan mata. Karena mata memperlihatkan kepada hati apa yang tidak dapat ia raih dan tidak dapat ia tahan. Hal itu adalah kepedihan yang paling besar.
Sementara itu, menundukkan pandangan mata akan membebaskan manusia dari kepedihan dan penyesalan seperti ini. Menundukkan pandangan mata juga mewaris¬kan cahaya dan kecerahan yang tampak di mata, wajah, dan tubuh. Sementara membebaskan pandangan mata akan mewariskan kegelapan dan kesuraman dalam ketiga hal tadi.
4. MEMBUKAKAN JALAN DAN PINTU-PINTU ILMU PENGETAHUAN
Hal itu akan membuatnya lebih mudah karena faktor cahaya hati. Pasalnya, jika hati telah tercerahkan, niscaya padanya timbullah hakikat-hakikat ilmu pengetahuan dan terbukalah pengetahuan itu baginya dengan cepat. Lalu, tersimpullah dari satu ilmu pengetahuan ke pengetahuan yang lain. Sementara siapa yang membebaskan pandang¬an matanya, niscaya hatinya akan keruh dan menggelap. Sehingga, tertutuplah baginya pintu ilmu pengetahuan.
5. MEWARISKAN KETETAPAN FIRASAT DAN CAHAYA HATI
Karena hal itu berasal dari cahaya dan buah cahaya itu. Maka, jika hati seseorang telah bercahaya, niscaya tepatlah firasatnya. Hatinya menjadi seperti cermin yang digosok bersih yang mencerminkan gambaran-gambaran sebagaimana adanya. Sementara pandangan adalah seperti napas di dalamnya yang memburamkan cahaya hati.
6. SIAPA YANG MENUNDUKKAN PANDANGANNYA DARI YANG HARAM, NISCAYA ALLAH AKAN MENGGANTIKANNYA DENGAN CAHAYA HATI
Karena ia mengerjakan perbuatan itu untuk menuruti perintah Allah. Allah membalasnya dengan membukakan cahaya hatinya.
7. MEWARISKAN KEKUATAN, KETEGUHAN, DAN KEBERANIAN DALAM HATI
Allah akan memberikannya kekuatan bashirah (mata hati) dan kekuatan hujjah. Dalam sebuah atsar dikatakan bahwa orang yang tidak menuruti hawa nafsunya, maka setan akan takut terhadap bayangannya.
8. MEWARISKAN KEBAHAGIAAN DAN KEGEMBIRAAN YANG LEBIH BESAR KE DALAM HATI DIBANDINGKAN DENGAN KENIKMATAN MELIHAT
Hal itu merupakan balasan atas usahanya untuk mengalahkan musuhnya, menahan syahwatnya, dan menundukkannya atas dirinya. Karena ketika ia menghindari kelezatan memandang dan menahan syahwatnya dengan tujuan mencari ridha Allah, maka Allah akan rnenggantikannya dengan kebahagiaan dan kelezatan yang lebih sempurna dari itu. Ini seperti apa yang dikatakan seseorang, "Demi Allah, kelezatan 'iffah itu lebih besar dari kelezatan dosa"
9. MEMBEBASKAN HATI DARI TAWANAN SYAHWAT, HAWA NAFSU, DAN KELALAIAN
Orang yang menahan pandangan matanya tidak akan lalai dari mengingat Allah dan akhirat. Sehingga, ia tidak jatuh dalam mabuk cinta dan hawa nafsu.
10. MENUTUP SATU PINTU NERAKA DARI PELAKUNYA
Karena memandang adalah pintu syahwat yang dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan haram. Ibnul Qayyim berkata, "Dalam ghadhdhul bashar terkandung beberapa manfaat.
Pertama, perbuatan itu merupakan cerminan dari melaksanakan perintah Allah, yang merupakan tujuan kebahagiaan seseorang dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi seseorang dari kehidupan dunia dan akhiratnya daripada menjalankan perintah-perintah Allah. Tidaklah seseorang menderita di dunia dan akhirat kecuali karena ia menyia¬-nyiakan perintah Allah.
Kedua, ia mencegah sampainya pengaruh panah beracun-yang barangkali dapat membinasakannya ke hatinya.
Ketiga, ia mewariskan rasa kedekatan kepada Allah dalam hati serta perasaan kebersamaan dengan-Nya. Sedangkan dengan membebaskan pandangan akan membuat hati terpecah, tak terfokus, dan menjauhkannya dari Allah. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi hati dibandingkan membebaskan pandangan mata karena ia mewariskan rasa asing antara seseorang dengan Rabb, nya.
Keempat, ia memperkuat hati dan membuatnya gembira. Sedangkan, dengan membebaskan pandangan akan melemahkan dan membuatnya lemah.
Kelima, ia memakaikan cahaya ke dalam hati. Sedang. kan membebaskan pandangan akan memakaikan kegelapan dalam hati. Allah menyebutkan ayat cahaya setelah perintah untuk ghadhdhul bashar.
Keenam, ia mewariskan firasat yang benar, yang dengannya seseorang dapat membedakan antara kebenaran, kebatilan, kejujuran, dan kedustaan. Syujaa' al¬ Karmani berkata, 'Siapa yang menghiasi zahirnya dengan mengikuti sunnah, dan batinnya dengan selalu mura¬qabah kepada Allah, menahan pandangan matanya dan perkara-perkara yang haram, menahan dirinya dan perkara yang syubhat, dan makan barang yang halal, niscaya firasatnya tidak pemah meleset.
Ketujuh, ia mewariskan keteguhan, keberanian, dan kekuataan dalam hati.
Kedelapan, ia menutup pintu masuk setan ke dalam hati. Karena setan masuk bersama pandangan mata dan dari situ ia menerobos ke dalam hati.
Kesembilan, ia mengosong hati untuk berpikir bag kepentingan-kepentingannya dan sibuk dengan hal itu, Sedangkan, dengan membebaskan pandangan matanya akan membuatnya lupa dan menghalanginya untuk me¬mikirkan kepentingannya sendiri.
Kesepuluh, antara mata dan hati seseorang terdapat jendela dan jalan yang menjadi penghubung antara keduanya. Masing-masing menjadi baik dengan baiknya temannya, dan menjadi buruk dengan buruknya teinalmYa. Jika hati rusak, maka rusak pulalah pandangan matanya. Dan, jika pandangannya rusak, maka rusak pulalah hatinya. Denlikian juga dalam segi kebaikan. Jika mata rusak, maka rusaklah hatinya dan menjadi seperti tempat sampah, yang menjadi tempat pelbagai najis, sampah, dan kotoran. Sehingga, tidak dapat menjadi tempat bagi n akrifah dan kecintaan kepada Allah. Juga tidak dapat menjadi tempat inabah, kedekatan dan kebahagiaan bersama Allah. Sebagai gantinya, yang mengisinya adalah kebalikan dari semua itu."
Seperti itulah menahan pandangan dari melihat perkara yang haram. Ia menjadi jalan untuk mencapai keridhaan Allah dan surga-Nya. Ia juga membersihkan hati dari pedihnya penyesalan. Karena orang yang mem¬bebaskan pandangan matanya, menjadi sering menyesal¬lah dia. Sementara itu, orang yang menahan pandangan¬nya, akan mewariskan cahaya dan kecerahan dalam hatinya, yang tampak di mata, wajah, dan anggota tubuh¬nya. Juga mewariskan firasat yang tepat, membuka jalan dan pintu ilmu pengetahuan, serta mewariskan kekuatan hati, keberanian, dan keteguhannya. Juga mewariskan kebahagiaan, kegembiraan, dan kelapangan dalam hati, yang lebih besar dari yang didapatkan dari memandang. Juga membebaskan hati dari tawanan syahwat, menutup pintu-pintu neraka, menguatkan akalnya, menambah kecerdasannya, dan meneguhkannya. Bahkan, m, bebaskan hati dari mabuk syahwat dan kelalaian.

Khatimah

Ikhwan Fillah, sudah selayaknya kita membenahi kembali diri kita. Jangan sampai tatapan mata kita dikontrol oleh nafsu kita. Tapi marilah agar tatapan mata kita dikontrol oleh hati kita yang dipenuhi iman. Takut yang tinggi kepada Allah.

Kita memang harus memaksa diri untuk memulainya. Jika kita tergolong orang yang masih memanjakan tatapan mata kepada yang haram. Jangan sampai tatapan haram itu membangun banyak karat dalam hati kita sehingga kita menjadi sulit merasakan manisnya ibadah. Wallahu a’lam.

Kamis, 21 Februari 2008

Alam Qubur

Tahapan-tahapan Kehidupan

Manusia adalah makhluk Allah SWT yang diciptakan dari [1] tanah (at-turab) dan ruh. Allah SWT membekalinya dengan hati, akal dan jasad, sehingga manusia memiliki tekad (al-‘azmu), ilmu dan amal. Dengan berbekal ketiganya manusia diberi amanah oleh Allah SWT, sebuah amanah yang makhluk-makhluk lain yang besar-besar, jauh lebih besar dari manusia, seperti langit, bumi dan gunung-gunung, menolak untuk menerimanya (33:72). Amanah yang diterima manusia berupa ibadah (51:56) yang merupakan tujuan penciptaannya dan khilafah (2:30) yang merupakan fungsi manusia di dunia. Kedua amanah ini kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hari akhir.
Sesungguhnya manusia hidup bukan hanya di dunia saja, tetapi telah menjalani kehidupan lain sebelum ke dunia dan akan menjalani kehidupan lainnya lagi setelah di dunia. Itulah tahapan-tahapan kehidupan manusia. Allah SWT berfirman:
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati (1), lalu Allah menghidupkan kamu (2), kemudian kamu dimatikan (3) dan dihidupkan-Nya kembali (4), kemudian kepada-Nya-lah kamu.” (2:28).
Secara garis besar penjelasan ayat di atas ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1 Mengapa kamu kafir kepada Allah??
No Potongan Ayat Keterangan
1 padahal kamu tadinya mati Mati
2 lalu Allah menghidupkan kamu Hidup
3 kemudian kamu dimatikan Mati
4 dan dihidupkan-Nya kembali Hidup
5 kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan Dikembalikan
Secara lebih rinci, seluruh tahapan kehidupan yang telah dan akan dialami manusia ditunjukkan oleh Tabel 2. Seluruh manusia akan mengalami 14 (empatbelas) alam, dari alam ruh hingga surga/neraka. 11 alam di antaranya adalah alam setelah manusia mati. Sungguh perjalanan yang sangat panjang menuju surga/neraka.



Tabel 2 Seluruh tahapan kehidupan manusia
AYAT ALAM ANTARA ALAM UTAMA
padahal
kamu tadinya mati 1) Alam Kesatu : ALAM ROH /ALAM ARWAH
yakni alam Awal manusia diciptakan dan tidak ada satupun manusia mengetahuinya karena bagi Allah SWT tidak ada batas Ruang / Waktu dan Tempat
lalu Allah menghidupkan kamu 2) Alam Kedua : ALAM RAHIM
yakni alam dimana manusia tercipta melalui suatu proses pembenihan di dalam Rahim/ kandungan yang lamanya sudah ditentukan 9 bulan 3) Alam Ketiga : ALAM DUNIA
yakni alam ujian sebagaimana yang kita sedang alami bersama sekarang ini.
kemudian kamu dimatikan 4) Alam Keempat : ALAM SAKARATUL MAUT
yakni alam pada saat roh manusia dicabut oleh Allah swt yakni alam antara Dunia menuju alam kubur 5) Alam Kelima : ALAM KUBUR atau ALAM BARZAH,
yakni alam di mana manusia akan memperolah Siksa atau Nikmat kubur tergantung perbuatannya selama hidupnya di dunia sambil menunggu datangnya hari kiamat. Dan bagi yang memperoleh nikmat kubur, mereka para ahlul kubur seperti tidur saja layaknya
dan dihidupkan-Nya kembali 6) Alam Keenam : KIAMAT atau disebut AKHIR ZAMAN atau Yaumul Qiyamah yakni alam dimana Allah swt memusnahkan Bumi - mahluk hidup beserta seluruh isinya Lihat Situs kiamat
7) Alam Ketujuh: KEBANGKITAN 8) Alam Kedelapan : ALAM MASYHAR yakni alam dimana Manusia dibangkitkan kembali dari Alam Kubur oleh Allah swt serta berkumpul di Padang Masyhar dan masing masing manusia tidak mengenal satu sama lainnya
kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan 9) Alam Kesembilan: BALASAN
10) Alam Kesepuluh: DIHADAPKAN KEPADA ALLAH DAN PERHITUNGAN
11) Alam Kesebelas: KOLAM
12) Alam Keduabelas: TIMBANGAN
13) Alam Ketigabelas: JALAN 14) Alam Kesembilan : SORGA DAN NERAKA
a) ALAM SORGA: alam kenikmatan bagi manusia yang selamat setelah dihisab oleh Allah SWT
b) ALAM NERAKA: alam kesengsaraan/siksaan bagi manusia yang tidak selamat setelah dihisab oleh Allah SWT

Alam Kubur (Al-Barzakh)
Alam kubur disebut juga alam barzakh (dinding), karena kubur adalah dinding yang memisahkan antara dunia dan akhirat. Di dalam al-Qur’an kata ”barzakh” disebut di tiga ayat, yaitu 23:100, 25:53 dan 55:20. Barzakh yang bermakna kubur terdapat pada surat 23:100. Allah SWT berfirman, ”Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” Sedangkan surat 25:53 dan 55:20 berkaitan dengan dinding pemisah antara dua lautan.
Allah SWT banyak menyebutkan tentang kubur di dalam al-Qur’an baik secara eksplisit maupun implisit, begitu pula Rasulullah SAW di dalam haditsnya yang mulia. Firman Allah SWT tentang alam kubur:
”dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (22:7).
”dan tidak sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (35:22)
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.” (60:13)
”pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala.” (70:43)
”kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.” (80:21)
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur.” (100:9)
”sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (102:2)
”yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.” (17:52)
”Dan janganlah sekali-kali kamu menshalati (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo'akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (9:84)
”Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (23:16)
”Berkatalah orang-orang yang kafir:"Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita; apakah sesungguhnya kita akan dikeluarkan (dari kubur)?” (27:67)
”Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (43:11)
Rasulullah SAW bersabda: ”Apabila seseorang dari kamu berada dalam keadaan tasyahhud, maka hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan berdoa: yang bermaksud: Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepadaMu dari siksaan Neraka Jahannam, dari siksa Kubur, dari fitnah semasa hidup dan selepas mati serta dari kejahatan fitnah Dajjal.”
Dalam Lu’lu’ wal Marjan hadits no. 1822 – 1826 [4] disebutkan sabda Nabi SAW:
”Sesungguhnya seorang jika mati, diperlihatkan kepadanya tempatnya tiap pagi dan sore. Jika ahli sorga, maka diperlihatkan sorga, dan bila ia ahli nereka (maka diperlihatkan neraka). Maka diberitahu: Itulah tempatmu kelak jika Allah membangkitkanmu di hari kiamat.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Nabi SAW keluar ketika matahari hampir terbenam, lalu beliau mendengar suara, maka bersabda: Orang Yahudi sedang disiksa dalam kuburnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Sesungguhnya seorang hamba jika diletakkan dalam kuburnya dan ditinggal oleh kawan-kawannya, maka didatangi dua malaikat, lalu mendudukannya keduanya dan menanyakan: Apakah pendapatmu terhadap orang itu (Muhammad SAW)? Adapun orang beriman maka menjawab, ’Aku bersaksi bahwa dia hamba Allah dan utusanNya.’ Lalu diberitahu: Lihatlah tempatmu di api neraka, Allah telah mengganti untukmu tempat di sorga, lalu dapat melihat keduanya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Seorang mu’min jika didudukkan dalam kuburnya, didatangi dua malaikat, kemudian dia mengucapkan, ’Asyhadu an laa ilaaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah’ maka itulah arti firman Allah, ’Allah akan menetapkan orang yang beriman dengan kalimat yang kokoh (14:27)’.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Ketika selesai Perang Badr, Nabi SAW menyuruh supaya melemparkan dua puluh empat tokoh Quraisy dalam satu sumur di Badr yang sudah rusak. Dan biasanya Nabi SAW jika menang pada suatu kaum maka tinggal di lapangan selama tiga hari, dan pada hari ketiga seusai Perang Badr itu, Nabi SAW menyuruh mempersiapkan kendaraannya, dan ketika sudah selesai beliau berjalan dan diikuti oleh sahabatnya, yang mengira Nabi akan berhajat. Tiba-tiba beliau berdiri di tepi sumur lalu memanggil nama-nama tokoh-tokoh Quraisy itu: Ya Fulan bin Fulan, ya Fulan bin Fulan, apakah kalian suka sekiranya kalian taat kepada Allah dan Rasulullah, sebab kami telah merasakan apa yang dijanjikan Tuhan kami itu benar, apakah kalian juga merasakan apa yang dijanjikan Tuhanmu itu benar? Maka Nabi ditegur oleh Umar: Ya Rasulallah, mengapakah engkau bicara dengan jasad yang tidak bernyawa? Jawab Nabi: Demi Allah yang jiwaku di TanganNya, kalian tidak lebih mendengar terhadap suaraku ini dari mereka.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Memenuhi Janji

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mengikuti materi ini pemirsa diharapkan mampu :
1. Menunjukkan dalil syar’iy tentang memenuhi janji
2. Menunjukkan bahwa tapat janji adalah bagian dari akhlak Islam.
3. Membentuk sistem nilai dalam diri sendiri dengan membiasakan beberapa hal asasi, seperti tertib, bersih dan disiplin.

POKOK-POKOK MATERI
1. Dalil-dalil tentang tepat janji
a. Perintah Allah: “Wahai orang-orang beriman, tepatilah janji…” QS. Al Maidah/5:1
b. Perintah Allah : “ …dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya” Qs. Al Isra’/17:34
c. Allah memuji orang-orang yang menepati janji, sebagai orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. QS. Al Baqarah/2: 177
d. Sabda Nabi : “Barang siapa yang menipu maka ia tidak termasuk umatku” HR. AtTirmidziy

2. Kewajiban tepat janji dan ancaman bagi yang todak menepatinya
a. Tidak menepati janji adalah salah satu ciri kemunafikan. Rasulullah bersabda : “Ada empat hal jika ada pada seseorang maka jadilah ia munafik tulen, dan jika ada sebagainnya maka ia memiliki ciri-ciri kemunafukan, hingga ia bisa meninggalkannya. 1). Jika dipercaya ia berkhianat, 2). Jika berbicara ia berdusta, 3). Jika berjanji mengingkari, 4). Jika berdebat ia curang.” Muttafaq alaih
b. Menjadi musuh Allah di hari kiamat. Sabda Nabi : Allah berfirman ”Ada tiga orang yang menjadi musuhku di hari kiamat:1). Orang yang menjanjikan pemberian lalu mengingkari, 2). Orang yang menjual orang merdeka lalu ia makan hasilnya, 3). Orang yang mempekerjakan seseorang dan telah memenuhi permintaannya lalu tidak dibayrakan upahnya.” HR. Al Bukhariy.
c. Salah satu bentuk kezaliman. Sabda Nabi : “Orang kaya yang menunda-nunda pembayaran hutang adalah perbuatan zalim….”Muttafaq alaih.

3. Janji-janji yang sering dibuat oleh seseorang
a. Janji kepada keluarga, (anak dan istri)
b. Janji kepada bawahan atau orang yang levelnya lebih rendah dari dirinya dalam suatu unit pekerjaan, dsb.
c. Janji kepada teman sejawat/sebaya
d. Janji kepada rekanan bisinis
e. Janji kepada orang-orang tertentu sesuai profesi atau lingkungan masing-masing.

4. Kisah tepat janji
Rasulullah berkisah: Ada seorang Bani Israil (A) yang meminjam 1000 dinar kepada salah seorang dari Bani Israil (B).
Si B meminta A untuk mendatangkan saksi. Si A berkata : Cukuplah Allah sebagai saksi. Si B meminta ditunjukkan kafil (penjamin). Si A menjawab cukuplah Allah sebagai penjamin.
Si B percaya dan ia berikan 1000 dinar itu, sesuai dengan batas waktu yang disepakati bersama.
Lalu si A pulang ke kampungnya di seberang sana. Ia kumpulkan uang hingga cukup jumlahnya samapai batas waktu pembayarannya.
Ketika jatuh tempo itulah si A mencari kapal penyebrangan untuk membayar hutangnya. Tetapi tidak ada kapal penyebrangan hari itu.
Akhirnya si A mengambil sebatang kayu, ia lubangai kayu itu dania masukkan 1000 dinar pinjamannya itu disertai pesan kepada saudaranya di seberang. Ia ceburkan kayu itu ke laut, disertai doa:
”Ya Allah Engkau Yang Maha Mengetahui, bahwa saya pernah berhutang 1000 dinar kepada seseorang, ketika ia meminta jaminan, saya katakan : “Cukuplah Allah sebagai penjamin” dan ia menerima. Ketika ia meminta saksi, saya katakan : “Cukuplah Allah sebagai saksi” dan iapun menerima. Dan sekarang saya sudah berusaha mencari penyebrangan untuk membayarkannya, tetapi saya tidak menemukannya, maka sekarang saya titipkan ini kepadamu Ya Allah”.
Setelah itu ia pergi sambil mencari kapal yang bisa menyeberangkannya.
Si B yang dijanjikan dibayar pada hari itupun keluar ke pantai menunggu kapal yang datang, menjemnput Si A yang meminjam uang kepadanya.
Kapal tidak ada yang merapat. Akhirnya ia memutuskan pulang.
Ketika hendak pulang itulah ia melihat kayu mengapung. Daripada pulang dengan tangan kosong ia ambil kayu itu, siapa tahu berguna untuk kayu bakar.
Sesampai di rumah kayu itu ia belah untuk dijadikan kayu bakar. Ketika dibelah, ditemukanlah 1000 dinar dan catatan dari si A diseberang.
si A yang terus berusaha mencari kapal penyebrangan akhirnya menemukannya. Dan berhasil menyebrang ke rumah si B.
Sesampainya di rumah B, si A menyodorkan 1000 dinar, dengan mengatakan : “Demi Allah, saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan kapal penyebrangan guna membayar hutang, dan saya tidak menemukannya kecuali hari ini.
Kata si B. “Tidakkah kamu telah mengirimkannya kepadaku?
Kata A: “ Bukankan telah saya katakan bahwa saya tidak mendapatkan kapal penyebrangan.
Kata si B:”Sesungguhnya Allah telah menyampaikan kepadaku apa yang engkau letakkan di dalam kayu bakar. (Ibn Katsir, 1: 447)

Wallahu a’lam.

Minggu, 17 Februari 2008

Kajian Tafsir Juz 30 ( Surat An-Naba’ (78) )

Muqoddimah

Surat An-Naba’ terdiri dari 40 ayat, termasuk kedalam golongan surat-surat Makkiyah. Diturunkan sesudah surat Al-Ma’arij (70). Disebut juga surat “’Amma yatasaa-aluun” [1].
Garis besar isinya adalah sebagai-berikut[2]:
• Disebut surat An-Naba’ yang berarti berita besar karena di dalamnya mengandung berita tentang kiamat, kebangkitan (ba’ats), dan orbit surat ini adalah sekitar “akidah kebangkitan” yang selalu diingkari orang-orang musyrik (Makkah).
• Surat yang mulia ini dimulai dengan berita bertemakan kiamat, kebangkitan dan pembalsan. Tema ini menyibukkan pikiran mayoritas orang-orang kafir Mekkah, hingga terlihat siapa yang membenarkan dan yang mendustakan (ayat 1 – 5)
• Kemudian ditegakkan dalil-dalil dan bukti-bukti kekuasaan Rabbul ‘alamin, yang mampu menciptakan berbagai keajaiban. Ini tidak melemahkan Allah untuk mengembalikan penciaptaan manusia dari ketiadaannya (ayat 6 – 16)
• Kemudian diakhiri setelah itu dengan mengingatkan akan kebangkitan, ketentuan waktunya dan janji-janjiNya. Itulah yaumul fashl (hari keputusan) antar-hamba, saat Allah mengumpulkan manusia dari yang pertama sampai yang terakhir untuk dihisab (ayat 17 – 20)
• Kemudian menceritakan tentang neraka Jahannam yang Allah ancamkan kepada orang-orang kafir, beserta apa yang ada di dalamnya dari berbagai jenis siksa yang menghinakan (ayat 21 – 30)
• Setelah menceritakan tentang orang-orang kafir, kemudian menceritakan tentang orang-orang mukmin dan apa yang dijanjikan Allah Ta’ala bagi mereka dari berbagai kenikmatan. Itulah metode Qur’an, yakni menggabungkan antara tarhib wat-targhib (ayat 31 – 36)
• Surat yang mulia ini ditutup dengan menceritakan tentang suasana hari kiamat, saat orang-orang kafir menginginkan seandainya Allah menjadikan dirinya tanah, maka tidak akan dikumpulkan dan dihisab (ayat 37 – 40).
Sayyid Qutb[3] berkomentar terhadap surat ini sebagai berikut:
“Surat ini dibuka dengan sebuah pertanyaan yang timbul dari arus pertentangan di kalangan manusia mengenai suatu “hakikat” yang masih mereka pertengkarkan kebenarannya, yaitu “berita besar” yang tidak mustahil lagi, suatu yang pasti tanpa diragukan lagi, karena berita besar itu apabila mereka alami sendiri hakikatnya nanti, akan berakibat fatal bagi mereka sendiri (ayat 1 – 5).
Maka dari itu, kontek pembicaraan tentang berita besar itu ditinggalkan sementara sampai datang waktunya untuk dibicarakan lagi, sampai kenyataan terjadi di hadapan atau di sekitar mereka, baik yang berkenaan dengan kejadian alam, kehidupan, maupun dalam arti mereka sendiri (ayat 6 – 16).
Dari kumpulan ini—hakikat, pemandangan, penggambaran dan simponi—semuanya membawa mereka kepada berita besar yang mereka perselisihkan tentang ini, dan berakibat fatal bagi mereka setelah mereka mengetahuinya! Kepada mereka dikatakan, ‘Apa itu, dan bagaimana?’ (ayat 17 – 20)
Kemudian dipertontonkan adzab dengan segala kekerasan dan kehebatannya (ayat 21 – 30), dan tentang kenikmatan yang tercurah itu (ayat 31 – 36).
Surat ini diakhiri dengan simponi yang agung, di dalam hakikat dan di dalam persaksian yang diketengahkannya, berikut peringatan dan pengajaran hari yang pasti itu terjadi (ayat 37 – 40).
Itulah “berita besar” yang dipertanyakan oleh mereka. Dan itulah peristiwa yang pasti akan terjadi, pada waktu itu mereka menyaksikan sendiri berita besar itu!”
Tafsir Ayat 1 – 16[4]
Allah SWT berfirman dalam ayat-ayat ini untuk membantah dengan keras terhadap pertanyaan orang-orang musyrik yang mengingkari terjadinya hari kiamat. Ayat 1-2 mengandung arti tentang sesuatu apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang perkara hari kebangkitan dan itu adalah suatu berita yang besar, yaitu berita yang menakutkan, mengejutkan, dan dahsyat. Ada dua pendapat tentang arti “berita besar” itu:
• Qatadah dan Ibnu Zaid: hari kebangkitan setelah kematian
• Mujahid: Al-Qur’an
Yang benar adalah pendapat yang pertama.
Ayat 3: bahwa manusia dalam menghadapi berita ini terbagi kedalam dua golongan: yang percaya dan yang mengingkari. Kepada yang mengingkarinya Allah mengancam, “Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui.” Ini adalah ancaman yang keras dan janji yang amat dikuatkan.
Allah segera menerangkan kemampuanNya yang amat hebat dalam menciptakan segala sesuatu yang aneh, serta perkara-perkara yang ajaib yang menunjukkan kemampuanNya dalam melaksanakan segala sesuatu yang Dia kehendaki pada urusan-urusan akhirat, dll:
• bumi disediakan untuk semua makhluk sebagai tempat tinggal yang tetap,
• gunung-gunung dijadikan sebagai pasak yang berfungsi untuk menancapkan bumi agar tidak bergerak sehingga tidak menggoncangkan makhluk-makhluk Allah yang ada di atasnya.
• diciptakanNya laki-laki dan perempuan yang satu sama lainnya dapat saling menikmati sehingga menghasilkan keturunan dengan kenikmatan itu (30:21)
• tidur sebagai istirahat: berhenti dari bergerak untuk mendapatkan istirahat setelah banyak bekerja berbuat mencari penghidupan sepanjang hari (25:47)
• malam sebagai pakaian: kegelapan dan hitamnya malam menyelimuti manusia (92:1). Qatadah mengartikan libaasaa dengan ketenangan (sakanaa)
• siang bercahaya untuk memungkinkan manusia berusaha, pergi, bekerja, berniaga, dll
• tujuh buah langit adalah langit yang luas, tinggi, diciptakan dengan bijaksana serta amat teliti kemudian dihiasi dengan bintang-bintang yang berdiam dan yang bergerak
• matahari menyinari seluruh alam yang mana sinarnya dapat menerangi seluruh penduduk bumi seluruhnya
• diturunkan dari awan (al-mu’shirat) air yang banyak tercurah (tsajjaajaa). Al-mu’shirat berarti
o Ibnu Abbas, Ikrimah, Catada, Muqatil, Al-Kalby, Zaid bin Aslam dan anaknya Abdurrahman: angin (ar-riyah)
o Ibnu Abbas, Ikrimah, Abul ‘Aliyah, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, Ar-Rabi’ bin Anas, Ats-Tsauri dan Ibnu Parir: awan (as-sahaab)
o Al-Farra’: awan yang di dalamnya terdapat air hujan dan air hujan itu belum turun, seperti perkataan imra’ah mu’shir, yaitu wanita yang telah dekat masa haidnya akan tetapi belum haid
o Al-Hasan dan Qatadah: dari langit (minas samaawaati). Tapi ini pendapat aneh
Pendapat yang benar adalah awan (30:48): keluar dari celah-celahnya, yaitu celah awan. Sedangkan tsajjaajaa berarti:
o Mujahid, Qatadah, dan Rabi’bin Anas: tercurah (munshabbaa)
o Ats-Tsauri: terus-menerus (mutatabi’an)
o Ibnu Zaid: banyak (katsiiraa)
Ibnu Jarir: “Dalam pembicaraan Bangsa Arab, tidak ada istilah banyak turun hujan, akan tetapi istilah yang dipakai adalah air hujan tercurah terus-menerus.” Seperti sabda Rasul SAW, أفضل الحج العِجُّ والثج (sebaik-baik haji adalah dengan mengangkat suara tinggi-tinggi dan berpeluh keringat). Sabda Rasul SAW kepada wanita (Hammah binti Jahsy) yang sedang haid agar membersihkannya dengan kapas, maka wanita itu berkata bahwa darahnya akan lebih banyak lagi bahkan اََثََجُّ ثَجًّا (curahan air yang banyak dan terus-menerus)
• dari air hujan itu ditumbuhkan habbaa (biji-bijian yang disimpan untuk manusia dan binatang) dan nabaataa (sayur-mayur yang dimakan dalam keadaan segar) serta jannaatin (kebun-kebun dan taman-taman beserta buah-buahannya dengan berbagai macam bentuk, rupa, warna, serta aroma rasa yang beraneka ragam), semua buah-buahan itu tumbuh di satu tempat yaitu di bumi secara alfaafaa yang berarti mujtama’an (berkelompok) 13:4

Tafsir Ayat 17 – 30[4]
Allah mengabarkan bahwa hari keputusan (kebangkitan) datangnya telah ditetapkan waktunya, tidak bisa ditunda dan tidak bisa pula dipercepat serta tidak ada satu makhluk pun yang mengetahui dengan pasti kecuali Allah ‘Azza wajalla (11:104). Ketika itu manusia datang secara afwaajaa yang berarti:
• Mujahid: berkelompok-kelompok (zamran-zamran)
• Ibnu Jarir: setiap Amat datang bersama Nabi mereka (17:71)
Rasulullah SAW bersabda: Waktu dua tiupan adalah empat puluh. Para sahabat bertanya, “Empat puluh bulan?” Jawab Rasul, “Mungkin.” Mereka bertanya lagi, “Empat puluh tahun?” Jawab Rasul, “Mungkin.” Lalu beliau bersabda, “Kemudian Allah menurunkan dari langit air maka mereka tumbuh (hidup) sebagaimana tumbuhnya sayur-mayur. Semua manusia saat itu telah binasa kecuali satu tulang, yaitu tulang yang ada di bawah tulang punggungg yang mana dari tulang itulahj penciptaan makhluk akan dibentuk kembali pada hari kiamat. (HR. Bukhari)
Lalu dibukalah pintu-pintu langit sebagai jalan atau tempat turunnya malaikat, dijalankan gunung-gunung sehingga menjadi fatamorgana (27:88, 101:5, 20:105-107)
Neraka jahannam ada tempat pengintai (tempat untuk mengintip atau melihat) bagi orang-orang yang melampaui batas (murtad, orang-orang yang melakukan maksiat, dan orang-orang yang menentang pada Rasul). Tentang ayat ini ada dua pendapat:
• Al-Hasan dan Qatadah: tak seorang pun masuk surga hingga ia melewati neraka, lalu jika ia memiliki izin Allah maka ia akan selamat dari api neraka itu dan jika tidak ia akan terkurung di dalamnya
• Sufyan Ats-Tsauri: di atas neraka itu ada tiga titian
Mereka tinggal di neraka selama beberapa haqbun. Satu haqbunnya:
1. Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru, Ibnu Abbas, Said bin Jubair, Amru bin Ma’mun, Al-Hasan, Qatadah, Rabi’ bin Anas, dan Adh-Dhahhak: 80 tahun akhirat, setiap tahunnya 12 bulan, setiap bulannya 30 hari, setiap harinya 1000 tahun menurut kalender dunia (1 haqbun = 28,8 juta tahun dunia)
2. Al-Hasan dan As-Suda: 70 tahun akhirat (1 haqbun = 25,2 juta tahun dunia)
3. Abdullah bin Amr: 40 tahun akhirat (1 haqbun = 14,4 juta tahun dunia)
4. Basyir bin Ka’ab: 300 tahun akhirat (108 juta tahun dunia)
5. Abu Umamah: 30.000.000 tahun dunia [5] ini hadits yang munkar sekali
6. Ibnu Umar: 80 tahun dunia
7. Imam As-Suddi: ahqaabaa itu 700 haqbun (1 haqbun = 70 tahun akhirat), maka ahqaabaa = 17,64 milyar tahun dunia
8. Muqatil bin Hayyan: ayat ini terhapus dengan ayat 30
9. Qatadah dan Rabi’ bin Anas: yang benar adalah keberadaan mereka di neraka tidak terputus-putus dan tidak berhenti
10. Al-Hasan: al-ahqab adalah masa waktu yang tidak memiliki bilangan kecuali selama-lamanya atau kekal di dalamnya, tapi disebut juga bahwa 1 haqbun = 70 tahun akhirat
11. Qatadah: ahqaabaa adalah masa waktu yang tidak terputus-putus; setiap kali habis masa waktu selama satu haqbun maka akan datang satu haqbun lanilla dan begitu seterusnya
12. Rabi’ bin Anas: ahqaabaa artinya masa waktu yang tidak diketahui lamanya kecuali Allah SWT, tapi disebut juga bahwa 1 haqbun = 80 tahun akhirat
Mereka tidak akan merasa sejuk dan minum—Ibnu Jarir: tidak tidur; Al-Kindy, Mujahid, Abu Ubaidah dan Al-Kasai: al-baridu itu an-nu’asu (kantuk) dan an-naumu (tidur))—kecuali hamim dan ghassaaq. Rabi’ bin Anas: hamim adalah panas yang telah mencapai puncak tertinggi dari ukuran derajat panas; ghassaaq adalah campuran dari nanah penghuni neraka dengan keringat, air mata dan luka yang ada pada mereka, tak seorang pun sanggup menahan bau busuknya.
Itu semua sebagai pembalasan yang setimpal sesuai dengan perbuatan mereka yang merusak di dunia: mereka tidak percaya bahwa di sana ada suatu tempat yang menjadi tempat pembalasan serta tempat perhitungan atas perbuatan mereka, mendustakan dan keras kepala terhadap hujjah-hujjah Allah, padahal semua perbuatan mereka dicatat dalam suatu kitab. Maka dikatakan kepada penghuni neraka: rasakanlah oleh kalian dengan apa yang kalian alami saat ini, sungguh kalian tidak diberi tambahan kecuali siksaan demi siksaan terus-menerus dan selama-lamanya. Qatadah: “Belum pernah diturunkan ayat kepada para penghuni neraka ayat yang lebih menakutkan dari pada ayat ini.”

Tafsir Ayat 31 – 36[4]
Bagi yang bertaqwa Allah sediakan
1. mafaazaa:
• Ibnu Abbas dan Adh-Dhahhak: mutanazzihan (tempat yang menyenangkan)
• Mujahid dan Qatadah: mereka mendapatkan kemenangan maka mereka dapat selamat dari neraka
Pendapat yang lebih benar adalah Ibnu Abbas.
2. hada’iq: taman-taman dan kebun-kebun yang ditumbuhi pohon-pohon kurma
3. kawa’ib menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dll artinya nawahid (montok): payudara bidadari itu montok (menonjol dan bulat), serta tidak lembek karena mereka perawan yang satu umur (56:35-38). Sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya gerak-gerik penghuni surga akan terlihat jelas melalui keridhaan Allah, dan sesungguhnya ketika awan berjalan melewati mereka maka awan itu memanggil mereka, ‘Wahai penghuni surga, apakah yang kalian inginkan untuk aku hujani kepada kalian?’ Hingga awan itu menghujani mereka dengan bidadari-bidadari yang montok dan seumur.”
4. gelas-gelas yang penuh:
• Ibnu Abbas: gelas-gelas berisi penuh dan terus-menerus penuh
• Ikrimah: dihaaqaa artinya shafiyah (suci)
• Mujahid, Al-Hasan, Qatadah dan Ibnu Zaid: dihaaqaa artinya al-matra’ah (sangat terisi penuh)
• Mujahid dan Said bin Jubair: dihaaqaa artinya mutatabi’ah (terus-menerus)
5. tidak mendengarkan perkataan yang sia-sia dan dusta (52:23): tempat yang damai dan segala yang ada di tempat itu terhindar dari segala macam kekurangan
Semua itu sebagai imbalan yang Allah berikan kepada mereka dari kebaikan Allah serta berdasarkan rahmat Allah dengan memberikan pemberian banyak dan mencukupi. Orang Arab berkata, a’thaanii fa ahsabanii (dia telah memberi kepadaku maka hal itu telah mencukupiku)

Tafsir Ayat 37 – 40[4]
Allah adalah pemilik sekaligus pemelihara langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya dan yang ada di antaranya, Allah adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang mana kasih sayang Allah ini mencakup kepada setiap sesuatu. Tak seorang pun sanggup untuk memulai berbicara dengan Allah kecuali dengan seizinNya (2:255, 11:105).
Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata. Ruh di sini ada beberapa arti:
1. Al-Aufi dari Ibnu Abbas: ruh-ruh Bani Adam (manusia)
2. Al-Hasan dan Qatadah (ia berkata bahwa ini pendapat Ibnu Abbas yang dirahasiakan): seluruh keturunan anak Adam
3. Ibnu Abbas, Mujahid, Abu Shalih dan Al-A’masy: seluruh makhluk Allah yang telah diciptakan dengan memiliki bentuk anak Adam dan mereka itu bukanlah malaikat dan bukan pula manusia, akan tetapi mereka makan dan minum
4. Asy-Sya’bi, Said bin Jubair dan Adh-Dhahhak: malaikat Jibril (26:193-194). Muqatil bin Hayyan: malaikat yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah serta pemilik (pembawa) wahyu
5. Ibnu Zaid: Al-Qur’an (42:52)
6. Ali ibn Abi Thalhah dari Ibnu Abbas: satu di antara para malaikat yang ukurannya sama dengan seluruh makhluk Allah
Ibnu Katsir memilih pendapat seluruh bani Adam. Mereka mengatakan perkataan yang benar: laa ilaaha illallah (Abu Shalih dan Ikrimah)
Hari itu pasti terjadi, maka barang siapa menghendaki pasti akan menjadikan Allah sebagai tujuannya dan ia akan berjalan pada minhaj yang menunjukkan dirinya pada Allah. Allah telah memperingatkan dengan adzab yang dekat (hari kebangkitan yang telah mendekat dan setiap yang mendekat pasti akan datang). Pada hari itu manusia diperlihatkan seluruh amal baik/buruk, lama/baru (18:49, 75:13), sehingga orang-orang kafir berkeinginan bahwa saat di dunia ia menjadi tanah saja. Keinginan ini timbul:
• Saat melihat perbuatan-perbuatannya yang merusak yang tertulis dalam kitab-kitab catatan para malaikat yang mulia dan baik
• Saat Allah mengadili seluruh makhluk dengan adil serta tidak melakukan kecurangan dalam pengadilan, hingga dalam pengadilan itu Allah mengadili dua makhluk ciptaanNya, yaitu domba, kemudian Allah berkata kepada satu di antara kedua makhluk itu jadilah engkau tanah, maka makhluk itu menjadi tanah. Karena itulah orang kafir mengatakan, “alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.”


Bojonggede, 27 Januari 2005
Abdul Wahid Surhim



Rujukan:
1. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI
2. Ash-Shabuni, Muhammad Ali, 1999, Shafwatut Tafaasiir, Jilid 3, Darul Kutub Al-Islamiyah, Yakarta
3. Qutb, Sayyid, Fi Zhilaalil Qur’an Juz Amma – Tafsir Di Bawah Naungan Al-Qur’an, H. Bey Arifin & Jamaluddin Kafie (Penerjemah), 1984, Bina Ilmu, Surabaya
4. Ibnu Katsir, Khalid bin Musthafa Salim Abu Shaleh (Muhaqqiq), Farizal Tirmizi (Penerjemah), Tafsir Juz Amma, Penerbit Buku Islam Rahmatan, Cetakan Keenam, November 2004
5. Ibnu Katsir, Tasfirul Qur’anil Azhim, Juz 4, Maktabah wa Mathba’ah Thaha Putra Semarang